JawaPos.com – Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Agustus 2022 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi meningkat. Sejalan dengan terkendalinya harga komoditas pangan. Namun, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) per 3 September lalu diperkirakan bakal memicu penurunan optimisme konsumen bulan ini.
Indeks keyakinan konsumen (IKK) Agustus 2022 berada di level 124,7. Angka tersebut lebih tinggi dibanding posisi Juli 2022 dengan 123,2. Meningkatnya optimisme konsumen didorong oleh peningkatan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi terhadap ekonomi ke depan.
Hal tersebut terindikasi dari indeks ekonomi saat ini (IKE) dan indeks ekspektasi konsumen (IEK) yang juga meningkat. Yang masing-masing tercatat sebesar 111,7 dan 137,7.
“Peningkatan keyakinan konsumen dibandingkan bulan sebelumnya tertinggi pada responden dengan pengeluaran Rp 4,1 juta sampai Rp 5 juta,” ungkap Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Kamis (8/9).
Secara spasial, optimisme konsumen meningkat di sejumlah kota besar. Peningkatan tertinggi terjadi di kota Padang. Kemudian diikuti kota Palembang dan Bandar Lampung.
Di sisi lain, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menyatakan, perbaikan IKK pada Agustus 2022 sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat ketika kasus Covid-19 tidak lagi menjadi kekhawatiran utama berbelanja. Pada bulan yang sama, juga terjadi pengendalian harga pada komoditas pangan. Sehingga tekanan pada daya beli konsumen mulai bisa dikendalikan.
“Tapi itu terjadi sebelum kenaikan harga BBM subsidi,” ungkapnya saat dihubungi Jawa Pos tadi malam.
Kondisi pada September 2022, Bhima memperkirakan akan jauh berbeda. IKK akan lebih kembali turun, karena inflasi harga energi akan memicu penyesuaian pada harga berbagai jenis barang dan jasa. Terutama tarif ojek online (ojol) dan transportasi umum.
“Hampir semua sektor terdampak (akibat BBM naik), kecuali migas (minyak dan gas) yang cuan,” imbuh Bhima.
Akibatnya, kelompok pendapatan menengah akan mengurangi konsumsi. Yang berimbas pada penurunan kepercayaan konsumen untuk berbelanja.
“Karena (masyarakat) kelas menengah ini yang sebenarnya paling terdampak dan tidak ter-cover oleh bansos (bantuan sosial) tunai. Kecuali BSU (bantuan subsidi upah) yang menyasar pekerja formal, maka konsumsi rumah tangga bisa mengalami pelambatan,” beber alumnus University Of Bradford itu.
Bhima memproyeksi pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III 2022 akan berada di kisaran 4,5-4,8 persen year-on-year (YoY). Mengingat, tidak ada agenda besar pasca Lebaran yang mendorong naiknya konsumsi masyarakat.
Baru memasuki kuartal IV 2022 akan ada event Natal dan tahun baru 2023. “Semoga bisa mendorong belanja lebih besar,” harapnya.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Agas Putra Hartanto
Credit: Source link