JAKARTA, BALIPOST.com – Indonesia sudah hampir sepekan membuka sektor pariwisatanya bagi pelaku perjalanan internasional, terutama untuk Bali dan Kepulauan Riau. Di saat pembukaan pariwisata ini, sejumlah negara justru sedang menghadapi puncak gelombang ketiga pandemi COVID-19. Sedangkan Indonesia, baru saja berhasil melalui gelombang kedua yang puncaknya dialami pada Juli 2021.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengingatkan semua pihak agar tidak lengah. Sebab, sejumlah negara di dunia sedang menghadapi puncak ketiga. “Indonesia harus menjadikan puncak ketiga dunia sebagai peringatan,” ujarnya.
Ia menyebutkan sejumlah negara tetangga seperti Jepang, Singapura dan Malaysia sedang mengalami puncak kasus ketiga. “Adanya puncak ketiga di beberapa negara tersebut menjadi peringatan bagi Indonesia untuk tidak lengah terlepas dari tren penurunan kasus yang sedang berlangsung,” kata Wiku.
Wiku mengutarakan gelombang kedua pandemi berhasil dilewati Indonesia dalam 3 bulan. Dari puncak gelombang kedua yang berlangsung pada Juli 2021 ke penurunan kasus secara signifikan berhasil dilakukan dalam kurun waktu sebulan.
Jumlah kasus, lanjutnya, bisa turun 45 persen dari puncak kedua saat itu. Bahkan, hingga minggu ke-12 saat ini, penurunan kasus mencapai 98 persen.
Mengutip data Waldometers terkait COVID-19, dalam 3 hari terakhir ada 4 negara yang selalu berada dalam daftar 5 besar penyumbang kasus harian di dunia. Kasus harian yang dicatatkan mencapai puluhan ribu orang. Yaitu Amerika Serikat, Inggris, Rusia, dan Turki.
Amerika Serikat dalam 3 hari ini selalu berada pada posisi teratas penyumbang kasus. Pada 19 Oktober, kasus yang dilaporkan mencapai 62.121 orang. Sementara di 18 Oktober, jumlah kasus yang dilaporkan mencapai 56.401 orang. Di 17 Oktober, kasus yang dilaporkan AS mencapai 51.944 orang.
Sedangkan Inggris yang dalam 3 hari terakhir (17-19 Oktober), berada di peringkat kedua penyumbang kasus dunia, secara berturut melaporkan kasus sebanyak 44.851 orang, 49.018 orang, dan 43.738 orang.
Untuk di Asia, sejumlah negara tetangga masuk dalam 25 besar penyumbang kasus terbanyak di periode yang sama. Yaitu Thailand, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam. Jumlah kasus harian negara-negara ini mencapai 4 digit.
Dikatakan Wiku, melihat tren di dunia, saat ini pemerintah terus melakukan upaya pencegahan, salah satunya dengan vaksinasi COVID-19. “Pemerintah Indonesia terus meningkatkan berbagai upaya pencegahan COVID-19, termasuk vaksinasi. Saat ini Indonesia termasuk dalam 5 besar negara dengan jumlah penduduk yang divaksinasi terbanyak yaitu 106 juta orang,” kata Wiku dalam International Media Briefing di Graha BNPB, Selasa (19/10) yang disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia.
Untuk kebutuhan vaksin, pemerintah masih menerima kiriman pasokan vaksin dalam jumlah besar. Pemerintah mendistribusikannya sesuai kebutuhan secara merata di semua daerah. Pemerintah juga terus meningkatkan cakupan vaksinasi seluruh wilayah agar program vaksinasi tersebar secara merata.
Perjalanan Internasional
Ia pun mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia kembali memperbaharui kebijakan perjalanan internasional. Melalui SE Satgas Penanganan COVID-19 No. 20 Tahun 2021 dan SK KaSatgas No. 15 Tahun 2021 tentang Perjalanan Internasional Selama Masa Pandemi COVID-19.
Ada beberapa perubahan dan pengaturan tambahan melalui dua peraturan tersebut. Seperti masa karantina yang semula dari 8 hari menjadi 5×24 jam setelah melakukan tes ulang RT-PCR pertama pada hari pertama kedatangan.
Untuk masa karantina sebelumnya 8 hari pada Juli lalu, didasarkan pada peningkatan jumlah kasus. Lalu, konfirmasi waktu RT-PCR kedua yaitu pada hari keempat karantina sebagai penetapan selesainya masa karantina.
“Keputusan penurunan jumlah masa karantina baru-baru ini dilakukan berdasarkan kondisi terkini kasus COVID-19 di Indonesia yang relatif terkendali,” jelasnya.
Keputusan memperpendek masa karantina dan memperluas kriteria orang asing yang masuk ke Indonesia dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini sejalan dengan upaya mengendalikan kasus yang telah dilakukan dan sudah berdasarkan pertimbangan yang cermat dari berbagai ahli dan praktisi di sektor terkait.
Selain itu, kata Wiku, upaya mitigasi risiko penularan dengan memangkas masa karantina ini akan maksimal dengan sejumlah langkah skrining yang ketat. Yaitu, wisatawan internasional wajib menjalani karantina, wajib menerapkan protokol kesehatan selama masa karantina, pemerintah daerah menyediakan daftar referensi fasilitas karantina, menyediakan alat tes diagnostik yang akurat, meningkatkan upaya untuk melacak kontak dekat, serta pemerintah daerah memastikan bahwa cakupan vaksinasi terpenuhi.
Selain itu, juga terdapat pengaturan perjalanan bagi orang asing yang akan masuk Indonesia. Dilakukan sentralisasi pada titik masuk bandara di Provinsi Bali dan Kepulauan Riau. Lalu, penambahan persyaratan administrasi perjalanan selain sertifikat vaksin dan hasil PCR negatif.
Penambahan itu meliputi visa kunjungan singkat atau izin masuk lainnya, bukti kepemilikan asuransi kesehatan dengan pertanggungan minimal 100.000 Dollar AS yang mencakup pembiayaan penanganan COVID-19, dan bukti konfirmasi pemesanan dan pembayaran akomodasi selama menginap di Indonesia.
Melengkapinya, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia terbaru bahwa dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, saat ini pemberian visa diizinkan kepada wisatawan untuk tujuan pariwisata dan pembuatan film. Termasuk juga untuk tujuan komersial dan untuk tujuan pendidikan.
Sebagaimana diatur dalam SK Kasatgas No. 15 Tahun 2021 bahwa 19 negara yang boleh masuk ke Indonesia adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Selandia Baru, Kuwait, Bahrain, Qatar, China, India, Jepang, Korea Selatan, Liechtenstein, Italia, Prancis, Portugal, Spanyol, Swedia, Polandia, Hongaria, dan Norwegia.
Karenanya, semua pihak baik petugas lapangan maupun pemudik diminta mematuhi aturan yang ada. Pada prinsipnya, jika semua patuh maka pembukaan kegiatan secara bertahap secara aktif seperti sebelum pandemi dapat dicapai dengan mematuhi protokol kesehatan kolektif yang tinggi.
“Pemantauan dan evaluasi secara berkala penting dilakukan untuk memastikan regulasi diterapkan dengan baik di lapangan, ditegakkan tanpa pandang bulu, dan menekan potensi penularan COVID-19 semaksimal mungkin,” tandas Wiku. (Diah Dewi/balipost)
Credit: Source link