JawaPos.com – Perekonomian global semakin menantang. Demikian pula di Indonesia. Selasa (29/9) Bank Dunia alias World Bank merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo menyatakan bahwa perekonomian Indonesia tahun ini bakal terkontraksi hingga minus 1,6 persen. Dalam kondisi yang paling buruk, angkanya bisa berubah menjadi minus 2 persen.
Ramalan Bank Dunia itu lebih rendah ketimbang proyeksi Juli lalu yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih 0 persen. “Indonesia dan Filipina memiliki prospek yang tidak pasti. Dua negara dengan populasi terbesar setelah Tiongkok tersebut belum berhasil mengendalikan pandemi sampai sekarang,” ujar Aaditya dalam diskusi virtual.
Dalam laporan bertajuk East Asia and Pacific Economic Update October 2020 tentang pemulihan ekonomi negara-negara Asia Pasifik, Bank Dunia menyebut proses recovery Indonesia lambat. Di sana juga disebutkan bahwa pemerintah belum berhasil mengendalikan pandemi. Penyebabnya, menurut Aaditya, tidak diberlakukannya kunci sementara (kuntara) secara ketat di Indonesia.
Bank Dunia menganggap Indonesia perlu mengembangkan kapasitasnya untuk menanggulangi pandemi. Sebab, itulah yang akan menjadi kunci pemulihan ekonomi. Karena vaksin belum akan tersedia dalam waktu dekat, sebaiknya pemerintah Indonesia juga tetap menjalankan pemulihan ekonomi. “Coba perbaiki kapasitas uji dan tracing,” saran Aaditya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu merespons positif laporan Bank Dunia tersebut. Pemerintah, menurut dia, memandang laporan itu sebagai catatan dan masukan penting. Terlebih, dalam upaya mendorong efektivitas implementasi dan evaluasi program pemulihan ekonomi nasional.
“Secara umum, outlook Bank Dunia masih sejalan dengan asesmen pemerintah,” kata Febrio. Pertumbuhan Indonesia, imbuh dia, berada pada rentang angka minus 1,7 persen sampai minus 0,6 persen.
Selain indikator ekonomi, Bank Dunia menunjukkan asesmen indikator kesejahteraan. Khususnya, angka kemiskinan ekstrem yang diproyeksi kembali naik untuk kali pertama sejak 2006. Kemiskinan ekstrem meningkat dari 2,7 persen pada 2019 menjadi 3,0 persen tahun ini.
Credit: Source link