Jakarta – Pemerintah telah mengesahkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Pemerintah optimistis, RUU Cipta Kerja nantinya akan mampu meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Jika RUU Cipta Kerja rampung, pemerintah optimistis akan ada banyak perusahaan yang mengalihkan investasinya ke Indonesia. Bahkan pemerintah percaya diri, investasi di Indonesia nantinya bisa mengalahkan Vietnam maupun Myanmar.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato yang menyebutkan, hingga saat ini ada 143 perusahaan yang berencana melakukan relokasi investasi ke Indonesia. Perusahaan tersebut berasal dari Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok.
Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, mengatakan salah satu kemudahan yang diberikan dalam bentuk percepatan perizinan dan penggunaan tanah. Jika RUU tersebut disahkan, maka persaingan investasi Indonesia tidak kalah dari Vietnam dan Myanmar.
Selain RUU Cipta Kerja, hal lain yang dianggap penting untuk menjaring investasi masuk secara besar-besaran adalah dengan memberikan stimulus pajak atau cukai dan memperluas cakupan industri yang bisa mendapatkan.
Menurut Partner of Tax Research and Training Services DDTC Bawono Kristiaji berpendapat, Indonesia tak dapat mengalahkan investasi Vietnam dan negara lainnya jika hanya mengandalkan RUU Cipta Kerja saja, salah satu hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan daya saing adalah melalui instrumen pajak.
Baca juga: 257 Anggota DPR Absen di Pengesahan Omnibus Law
“Misalnya, seperti yang saat ini sudah dilakukan dengan pungutan pajak yang lebih rendah untuk mobil listrik, karena memiliki eksternalitas negatif yang juga rendah,” ujarnya dalam keterangannya, Senin (5/10).
Selain menggiring investasi, Bawono berharap, pemerintah menciptakan rezim fiskal yang membantu terciptanya berbagai inovasi. Semua instrumen fiskal bisa dimanfaatkan, termasuk PPnBM dan cukai.
Demi mendorong lebih banyak investasi dan inovasi, Bawono mengatakan, struktur biaya (cost structure) perusahaan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam merumuskan insentif khusus bagi perusahaan yang berinvestasi dalam research and development (R&D) dan pengembangan produk berdasarkan teknologi di dalam negeri.
“Hal ini dapat menjadi pertimbangan akses konsumen pada produk yang terjangkau dan keberlangsungan perusahaan jangka panjang,” tuturnya.
Bawono menambahkan, otoritas pajak secara global berlomba-lomba memberikan insentif pajak. Menurutnya di tengah kompetisi tersebut, insentif pajak perlu diberikan dengan lebih tepat sasaran. Menurut Bawono, setiap korporasi membutuhkan insentif yang berbeda dalam setiap fase pemulihan ekonomi.
“Pemberian insentif tidak bisa bersifat permanen dan disamakan dalam waktu lima tahun mendatang,” tutupnya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Editor : Kuswandi
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link