JawaPos.com – Industri K-Pop dianggap banyak pihak mampu mempersatukan berbagai lapisan masyarakat seiring penyebarannya yang masif dan memiliki barisan penggemar fanatik dari berbagai negara. Namun dalam beberapa tahun belakangan muncul masalah dalam industri K-Pop.
Budaya tersebut dianggap melakukan apropiasi budaya, alias perampasan budaya. Hal ini dinilai setelah beberapa aspek muncul dalam sejumlah video musik mereka. Misalnya pada tahun 2021, Lisa BLACKPINK mendapat kritikan dari para netizen dan Blink karena penampilannya mengepang rambut seperti model kepang rambut Afrika dalam video klip ‘Money‘. Demikian juga dengan video musik ‘Momoland‘ milik BAAM dikritik karena member-nya tampil dengan kostum stereotyical Mesir dan Meksiko.
Sejumlah video klip K-Pop lain juga melakukan apropriasi budaya seperti NCT lewat ‘Make A Wish‘. Grup EXO juga sempat mendapat kritikan disebut melakukan perampasan budaya.
Fenomena ini lantas mendapat perhatian dari Lee Gyu Tag , seorang profesor cultural studies dari Universitas George Mason Korea. Dalam penilaian sang profesor, perampasan budaya kerap terjadi dalam industri K-Pop berawal dari gagasan orang Korea yang ingin melihat budaya mereka berkembang di seluruh dunia akan tetapi tidak mempelajari tentang buduya dan negara lain dengan baik.
“Kurangnya timbal balik ini sering menjelaskan mengapa kita terus melihat apropriasi budaya dalam industri K-pop,” kata Lee Gyu Tag dalam sebuah wawancara dilansir dari Koreaboo.
Dalam pandangan sang profesor, indslustri K-pop sangat dipengaruhi oleh budaya Afrika- Amrika. Namun ironisnya tidak banyak orang Korea yang memiliki kepedulian pada budaya Afrika dan Amerika. Ketika menuai kritikan, biasanya mereka meminta maaf seperti yang sempat dilakukan oleh Lisa Blackpink setelah video klip ‘Money’ mendapat kritikan.
“Saya ragu para idol K-pop tahu banyak tentang akar Afrika- Amerika dari musik dan kostum yang mereka hadirkan,” jelas Lee Gyu Tag.
Dia lebih lanjut menjelaskan, orang Korea tidak terlalu memiliki kepekaan dalam hal kebudayayan lantaran mereka merupakan bangsa homogen di mana sebagian besar penduduknya berasal dari etnis yang sama.
“Sebagai negara yang relatif homogen, lebih sulit bagi orang Korea untuk memahami betapa berartinya budaya dan warisan kulit hitam bagi komunitas Afrika-Amerika. Mengapa meniru budaya lain tanpa berpikir panjang akan menyinggung,” keluh Lee Gyu Tag.
“Ada yang bilang orang Korea hanya peduli dengan Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok. Tapi meskipun begitu, fokus utamanya adalah, ‘Apa yang mereka pikirkan tentang kita?’ Orang Korea juga tidak terlalu peduli untuk belajar tentang sejarah atau budaya Amerika, yang menjelaskan seringnya budaya Afrika-Amerika sering diambil,” imbuhnya.
Credit: Source link