indopos.co.id – Pandemi COVID-19 mempu merubah prilaku orang. Tak sekadar mencari peluang untuk bertahan dalam beragam kegiatan usaha. Bagi mereka yang berada di garda paling depan untuk menanggulangi COVID-19 bisa mengalami stres dan merusak mental.
Para tenaga kesehatan menjadi salah satu sosok yang mengalami keletihan mental atau burnout di masa pandemi COVID-19. Hal itu mengacu pada sebuah survey dari program studi Magister Kedokteran Kerja (MKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) 2020.
Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis, bidan, perawat dan tenaga laboratorium dari berbagai provinsi di Indonesia pada Februari 2020-Agustus 2020 berpeluang mengalami keletihan mental.
“Ini suatu hal yang sudah harus diwaspadai karena begitu masuk berat susah ditanggulangi, harus segera dilakukan sesuatu,” ujar Ketua Tim Peneliti Dr. dr. Dewi S. Soemarko dalam konferensi virtual FKUI, Jumat (4/9/2020).
Keletihan mental yang dirasakan para tenaga kesehatan ini salah satunya karena kelelahan bekerja akibat beban kerja. “Burnout menjadi salah satu faktor yang terjadi pada dokter-dokter kita. Banyak dokter yang sehat, tetapi akhirnya menjadi korban (COVID-19) dan meninggal. Walau fisik sehat tetapi stres cukup tinggi dan kurang istirahat, mengalami permasalahan kesehatan apalagi dengan COVID-19 ini,” ujar dia.
Keletihan mental merupakan suatu sindroma yang diakibatkan respon kronik terhadap stressor atau konflik di tempat kerja dan penyakit ini termasuk ke dalam diagnosis klinis. Kondisi ini bisa dikenali dari gejalanya yakni keletihan emosi, kehilangan empati dan hilangnya rasa percaya diri.
Tanda seseorang mengalami keletihan emosi yakni merasa sangat lelah. Sehingga tidak mau melakukan apapun. Sementara kehilangan empati ditandai tidak ingin ikut serta mengambil keputusan apapun.
“Kehilangan empati, jadi terserah saja. Ini menurut kami agak sedikit berbahaya. Lalu hilang rasa percaya diri. Bisa-bisa dia merasa banyak ragunya menyebabkan penurunan performa,” kata Dewi.
Dokter umum mengalami ketiga gejala keletihan mental. Sementara tenaga kesehatan yang sudah menikah mengalami dua gejala, yakni keletihan emosi dan hilangnya rasa percaya diri.
“Status menikah lebih besar terjadi burnout, ditambah beban kerja. Sebagai manusia, rindu keluarga saat kerja. Tenaga medis tidak pulang-pulang sementara keluarga menunggu di rumah. Perasaan itu yang mereka pendam saat sudah berbulan-bulan menjadi kelelahan,” ungkap Dewi.
Tenaga kesehatan yang menangani COVID-19 mengalami dua gejala burnout menonjol yakni keletihan emosi dan kehilangan empati. “Burnout kalau dibiarkan bisa menjadi gangguan mental, perlu psikiater,” tutut Dewi.
Sementara itu, Duta Unicef untuk Indonesia Nicholas Saputra mengingatkan semua pihak terutama anak-anak di tanah air agar tetap menjaga dan memerhatikan kesehatan mental selama pandemi COVID-19.
“Jangan abaikan perasaanmu, terutama jika kamu merasa tidak nyaman,” kata dia.
Ia mengatakan, pandemi COVID-19 telah mempengaruhi masyarakat dalam banyak hal. Sebagai contoh, tidak bisa ke sekolah, harus tetap di rumah, hingga jatuh sakit. Bahkan, melihat langsung orangtua yang diputus hubungan kerjanya (PHK).
Akibatnya, banyak masyarakat yang tidak berdaya dan menjadi khawatir, sedih, kecewa, bahkan marah.
Perasaan demikian cukup wajar karena efek pandemi yang belum juga berakhir.
Sebagai duta Unicef, Nicholas mengajak semua orang terutama anak-anak Indonesia tetap melakukan kegiatan rutin di antaranya mengerjakan tugas sekolah, olahraga termasuk aktivitas yang disukai dan dikerjakan di rumah.
“Kita akan merasa lebih baik jika kita berkomunikasi dengan orang yang kita cintai,” kata dia.
Selain itu, membantu teman mengerjakan pekerjaan rumah secara daring juga dapat menjaga kesehatan mental termasuk pula membantu orangtua. (ash)
Credit: Source link