JawaPos.com – Jaksa KPK menuntut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung untuk menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara terhadap Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin. Dalam sidang yang digelar pada Senin (12/9) tersebut, Jaksa juga meminta Ade dihukum dengan denda sebesar Rp 100 juta dan subsidair enam bulan kurungan.
“(Menuntut) Hukuman 3 tahun untuk Ade Yasin, lalu denda Rp 100 juta dan subsidair 6 bulan,” kata Jaksa KPK Rony Yusuf.
Rony menjelaskan, jaksa melihat bahwa terdakwa Ade Yasin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang tindak pidana korupsi, Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Menanggapi tuntutan jaksa tersebut, Kuasa Hukum Ade Yasin, Dinalara Butarbutar menanggapi santai. Ia meyakini majelis hakim akan objektif dalam mengambil keputusan, karena semua tuntutan yang disampaikan oleh jaksa sudah dibantah oleh saksi-saksi yang dihadirkan oleh KPK sendiri.
“Tuntutan yang dilayangkan oleh jaksa tidak terbukti. Tidak ada satupun saksi yang membenarkan bahwa pemberian uang oleh terdakwa lain (Pegawai Pemerintah Kabupaten Bogor, Red) kepada auditor BPK adalah atas perintah Bu Ade Yasin,” kata Dinalara.
“Ternyata yang terungkap adalah kepentingan-kepentingan si pemberi yang merasa ketakutan ada temuan. Apakah perbuatan si pemberi ini harus Bu Ade Yasin yang mempertanggungjawabkan?” sambung Dinalara.
Dinalara kembali menambahkan bahwa tuntutan Jaksa KPK mengenai adanya pengondisian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) agar mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pun sudah dibantah oleh saksi-saksi di persidangan. “Perlu digali apa motif pemberian uang tersebut. Kalau motifnya adalah WTP, semua saksi mengatakan tidak mengerti sama sekali WTP tersebut,” tuturnya.
Dari keterangan 41 saksi yang dihadirkan oleh KPK, lanjut Dinalara, dapat disimpulkan bahwa pemberian uang yang terjadi dalam perkara ini bukan merupakan tindakan suap. Hal ini karena tidak terjadi kesepakatan di awal antara dua pihak.
“Menurut teori hukum, suap itu terjadi apabila dari awal sudah ada kesepakatan antara pemberi dan penerima. Pertanyaannya siapa yang bersepakat dengan BPK? Bahkan dengan (terdakwa) Ihsan (Ayatullah selaku Kasubid Kasda di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Red) saja dia tidak bersepakat,” papar Dinalara.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan bahwa Jaksa KPK semestinya hanya menuntut Ihsan dan pihak-pihak lain yang sudah jelas terbukti melakukan suap. Pasalnya, dalam fakta persidangan, tidak ada satu pun saksi yang mengaku diperintah oleh Ade Yasin untuk menyuap BPK.
“Kasus Ihsan cs ini harusnya berdiri sendiri. Tidak bisa disatukan dengan kasus Ade Yasin,” ujar Fickar.
Sebelumnya diberitakan, terdakwa dugaan suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat, Ihsan Ayatullah, menyebutkan bahwa Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin tidak terlibat soal adanya aliran uang ke BPK, dikutip dari ANTARA.
Ihsan yang merupakan Kasubid Kasda di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung menyebutkan bahwa penarikan uang ke sejumlah pegawai pemerintah dan pengusaha bukan atas perintah Ade Yasin sebagai bupati.
“Saya melakukan ini tanpa ada permintaan dari AY dan RY (mantan Bupati Bogor, Rachmat Yasin),” ungkapnya saat dimintai tanggapan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Hera Kartiningsih.
Ihsan menyebutkan bahwa dirinya dimanfaatkan oleh auditor BPK bernama Hendra Nur Rahmatullah yang kini juga berstatus tersangka, untuk berkomunikasi ke pegawai Pemkab Bogor atas permintaan sejumlah uang dari BPK.
“Selalu saya sampaikan kepada SKPD untuk menemui BPK langsung. Saudara Hendra sering memanfaatkan saya untuk meminta uang ke SKPD,” kata Ihsan.
Credit: Source link