Menteri koperasi dan UKM, Teten Masduki bersama Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo
Jakarta, Jurnas.com – Kementerian Koperasi dan UKM sepakat melakukan kerjasama dengan Kementerian Pertanian dalam hal pengembangan Korporasi Petani Berbasis Koperasi.
Diketahui, salah satu syarat utama terwujudnya korporatisasi petani adalah adanya kelembagaan ekonomi petani yang kuat. Tidak lagi individualistik dan tidak lagi sendiri-sendiri.
“Karenanya, kita harus mendorong petani berkoperasi. Koperasilah yang akan menjaga setiap anggota mendapatkan keuntungan yang sama, dan bilamana rugi resikonya dibagi ke seluruh anggota sehingga ruginya tidak terasa,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, usai penandatanganan MoU dengan Kementan terkait pengembangan Korporasi Petani Berbasis Koperasi Dalam Rangka Industrialisasi Pertanian, di acara Rakernas Pembangunan Pertanian Tahun 2020, di Jakarta, Senin (27/1/2020).
Menurut Teten, koperasi menjadi instrumen yang paling mungkin mengkonsolidasikan lahan-lahan yang kecil-kecil menjadi berskala. Mengkonsolidasikan pembiayaan, dan melakukan kemitraan dengan usaha besar, bahkan mengakses pasar dalam porsi lebih berkeadilan.
“Tak ada jalan lain, percepatan agenda korporatisasi petani harus sama-sama kita lakukan dengan berbasis koperasi,” tegas Teten.
Untuk itu, lanjut Teten, Kementan dan Kemenkop dan UKM dapat berkolaborasi mengawalnya. “Kami usul, agar lebih konkrit, kita perlu membuat pilot project perberasan di Koperasi Citra Kinaraya, Mlatiharjo, Demak Jawa Tengah,” ujar Teten.
Jika dapat disepakati, menurut Teten, ada empat pekerjaan rumah yang akan dilakukan bersama.
Pertama, memperluas inisiatif dari saat ini 100 hektar menjadi 1.000 hektar. Kedua, memperkuat koperasi primer petani di Demak, Sragen, Grobogan dan kabupaten/kota lain di Jawa Tengah yang ingin diintegrasikan. Ketiga, pembesaran RMU. Keempat, skema pembiayaan.
Teten mencontohkan, pertanian di negara-negara lain. Diantaranya, Malaysia dengan Felda dan Felcra-nya. Atau, koperasi pertanian di Belanda yang berkembang pesat. “Intinya, konsolidasi lahan yang kecil-kecil harus dilakukan, begitu juga konsolidasi komoditi melalui clustering pertanian dan perkebunan harus dilakukan,” kata Teten.
Termasuk konsolidasi program lintas KL harus dilakukan. “Sehingga, pada akhirnya pengelolaan sektor pertanian dan perkebunan menjadi lebih berskala dan efisien,” papar Teten.
Teten mengakui, inisiatif semacam itu mudah ditemukan dalam manajemen korporasi. Tapi, petani tak harus menjadi korporasi untuk memiliki manajemen semacam itu. Cukup, perkuat koperasinya sehingga memiliki manajemen usaha berskala seperti korporasi. “Inilah yang yang disebut korporatisasi petani,” ujar Teten.
Terlebih lagi, di mata Teten, iklim politik kebijakan nasional saat ini memungkinkan untuk korporatisasi petani diterapkan secara luas dalam empat tahun ke depan.
“Kita sudah punya kebijakan Perhutanan Sosial sebagai afirmasi akses petani terhadap lahan. Kita sudah punya BLU, KUR dan ragam fintech pertanian untuk afirmasi akses pembiayaan bagi petani,” ujar Teten.
Selain itu, Teten menambahkan, pihaknya juga sudah memiliki berbagai platform digital untuk menghubungkan langsung antara petani dengan konsumen.
“Bahkan, kita sedang menyiapkan Rumah Produksi Bersama dan Rumah Ekspor untuk produk-produk pertanian yang hendak masuk ke pasar global,” ucap Teten.
Komitmen Bersama
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menekankan pentingnya komitmen bersama lintas sektoral dan kementerian agar pertanian nasional bisa maju dan mandiri. “Perintah Presiden Jokowi sudah jelas, yaitu membangun pertanian yang mandiri dan maju. Kita harus berkolaborasi mewujudkan itu dalam meningkatkan produktifitas sektor pertanian,” tandas Mentan.
Mentan pun menegaskan bahwa dirinya bersama Menkop dan UKM akan terus mendorong program ekspor sektor pertanian.
“Hampir seluruh dunia membutuhkan komoditas pertanian. Dan sebagai negeri tropis, kita memiliki semua komoditas yang dibutuhkan, dari mulai sayur-sayuran hingga buah-buahan,” kata Mentan.
Terkait program korporasi petani, Mentan Syahrul mengungkapkan bahwa Kredit Usaha Rakyat (KUR) bisa dijadikan satu kekuatan utama untuk mewujudkan itu.
“Saya yang akan langsung mengontrol KUR di sektor pertanian bersama para Gubernur, ketika ada penyaluran KUR untuk petani sebesar Rp1 triliun untuk satu provinsi,” ucap Mentan.
Mentan berharap, petani yang akan mendapatkan KUR, minimal sebesar Rp50 juta per petani, harus sudah terdaftar dalam Gabungan Kelompok Tani atau Gapoktan.
“Gapoktan itu merupakan bentuk sharing company, yang di dalamnya ada UKM-nya,” tegas Mentan.
TAGS : Kemenkop dan UKM Teten Petani
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin