JawaPos.com – Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2023-2024 sebesar 10 persen tampaknya membuat gusar bukan hanya petani tembakau, cengkeh, maupun buruh pabrik dan pelinting. Para ‘ahli isap’ alias konsumen rokok pun mengeluhkan hal senada.
Ketua Advokasi Pakta Konsumen Ary Fatanen menekankan bahwa konsumen sebagai end user selama ini menanggung cukai yang harus dibayarkan saat membeli rokok. Kontribusi perokok pada penerimaan sudah jelas.
Kenaikan cukai diyakini bakal memengaruhi pola konsumsi konsumen yang mencari produk tembakau dengan harga lebih terjangkau akibat penurunan daya beli. “Kenaikan cukai rokok yang sangat tinggi tidak serta merta menjamin penurunan prevalensi perokok. Perokok bisa saja memilih rokok ilegal yang tidak bayar cukai. Jadi, malah tidak efektif,” ujar Ary dalam keterangannya, Kamis (10/11).
Tak hanya itu, kenaikan cukai yang eksesif, akan menambah polemik baru di ekosistem industri hasil tembakau (IHT). Hal ini juga akan berdampak pada pedagang, seperti penurunan omzet yang sebagian besarnya berasal dari penjualan rokok.
Ary menjelaskan, dampak ini berasal dari pola konsumsi konsumen yang berubah karena kenaikan cukai. Ary menilai kenaikan cukai 10 persen masih terlalu tinggi, karena angka ini berada di atas angka inflasi yang pada Oktober berada di angka 5,71 persen secara tahunan.
Terkait kebijakan CHT 2023-2024, Pakta Konsumen menegaskan konsumen selaku end user IHT sesungguhnya mempunyai hak partisipatif. Ary mengatakan bahwa pemerintah perlu menekan efek domino yang terjadi dalam ekosistem IHT agar keseimbangan kepentingan dapat terpenuhi.
“Mari kita cari rumusan bersama, nyamannya konsumen, negara, dan yang tidak merokok seperti apa. Meskipun nantinya kebijakan itu tidak bisa memuaskan semua pihak, tapi minimal harus ada yang dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk menciptakan keseimbangan kepentingan dengan kondisi yang cukup. Rokok ini produk legal dan konsumen rokok juga warga negara yang punya hak untuk dapat perlindungan,” pungkasnya.
Credit: Source link