JawaPos.com – Pemerintah terus berupaya meningkatkan investasi masuk ke tanah air. Hal ini guna menyelamatkan perekonomian dalam negeri dari keterpurukan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Berbagai langkah telah diambil pemerintah, mulai dari deregulasi untuk meningkatkan taraf kemudahan berusaha hingga beragam insentif fiskal maupun non-fiskal.
Namun, para investor masih menemui banyak kendala, sehingga belum menjadikan Indonesia sebagai destinasi utama bagi investasi seperti yang dicita-citakan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Hidayat Amir mengatakan, para investor masih menemui banyak kendala ketika ingin menanamkan investasinya di Indonesia, antara lain saat akan memulai bisnisnya (starting business).
Menurut mereka proses perizinan, termasuk prosedur, biaya dan waktu pengurusannya masih kalah bila dibandingkan dengan negara lain. Selain komponen starting business, BKF mencatat masih ada komponen ease of doing business (EoDB) lain yang juga masih kurang bersaing dengan negara lain.
Seperti diketahui, peringkat EoDB merupakan salah satu indikator yang dilihat oleh investor ketika akan masuk ke suatu negara. Saat ini posisi Indonesia stagnan di peringkat 73 sejak 2018, sehingga perlu ada perbaikan di berbagai komponen EoDB agar peringkat dapat bergerak naik.
“Solusi dari pemerintah selain melakukan perbaikan dari sisi simplifikasi regulasi dan birokrasi atau kebijakan non-fiskal, pemerintah juga akan menggunakan instrumen fiskal untuk mendorong realisasi investasi untuk pemulihan ekonomi dari berbagai sektor,” kata Hidayat dalam diskusi virtual, Selasa (10/11).
Hidayat mengatakan, seiring perkembangan sektor industri yang fokus pada inovasi dan produk dengan eksternalitas negatif yang lebih rendah pihaknya juga bersiap dan sangat responsif. “Misalnya insentif produk mobil listrik yang rendah emisi. Aturan ini bisa ditranslasi lewat aturan cukai yang lebih rendah, sesuai prinsipnya membatasi eksternalitas,” tuturnya.
Ia menambahkan perlu juga ada kebijakan fiskal berupa tax holiday dan tax allowance yang sifatnya sebagai pemanis untuk menarik investasi. BKF menurut Hidayat, juga secara proaktif mengevaluasi kebijakan yang ada terkait dengan insentif.
“Setiap policy yang ada saat ini tengah kita kaji dan evaluasi, lalu kita sesuaikan dari sisi kebijakan. Jadi kebijakan itu bukan sesuatu yang fix, namun terus menerus kita selalu evaluasi,” tuturnya.
Evaluasi terus menerus tersebut diharapkan akan mendukung langkah perbaikan ekonomi yang dilakukan pemerintah agar dapat berjalan dengan baik dan pada akhirnya memperkuat daya saing Indonesia dalam menangkap peluang investasi.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot menyampaikan, pihaknya terus memperbaiki regulasi dan jalur birokrasi yang kerap menjadi persoalan bagi investor.
“Tentu dengan adanya perbaikan regulasi tumpang tindih, yang menyebabkan inefisiensi terhadap kegiatan perekonomian tentu kita harap ada perbaikan,” katanya.
Saat ini, kata Yuliot, ada sekitar 154 perusahaan yang merencanakan relokasi ke Indonesia. Ini menunjukkan animo investor yang cukup besar.
“Dengan kepastian melalui peraturan Menteri keuangan yang didelegasikan kepada BKPM, tentu ini akan lebih mempercepat proses pengambilan keputusan atas proposal investasi yang masuk,” tuturnya.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link