JawaPos.com – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Polri mengusut tuntas laporan terhadap sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dugaan perubahan putusan MK. Menurutnya, perubahan frasa pada itu sangat penting dalam mengartikan putusan MK.
Bahkan, ia menduga hal ini sudah dilakukan berulang kali oleh oknum yang bermain terhadap perubahan frasa dalam putusan MK tersebut.
“Saya kira kasus ini memang harus diproses dan diusut. Pasti ada oknum yang bermain. Bukan satu atau dua kali terjadi pengubahan satu kata penting di dokumen penting negara. Ini jelas lahan jual beli,” kata Sahroni kepada wartawan, Minggu (5/2).
Politikus Partai NasDem itu berharap, dugaan perubahan frasa putusan itu diusut polisi secara terang-benderang. Ia juga meminta, MK proaktif membantu polisi dalam kasus tersebut.
Serta juga dapat mengusulkan ke Komisi III DPR RI untuk melakukan rapat pembahasan dengan MK dalam mencari kejelasan masalah tersebut. Sebab, Komisi III merupakan mitra kerja dari MK.
“Dugaan pemalsuan biar diproses dahulu oleh kepolisian agar terang-benderang. Saya rasa MK juga harus proaktif membantu polisi membuka kasus ini demi nama baik institusi. Kita jadwalkan undang rapat sama MK masa sidang yang berikut,” tutur legislator
Dapil DKI Jakarta III ini.
Sebelumnya, sembilan hakim konstitusi dan dua panitera pada Mahkamah Konsititusi (MK) dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Pelaporan itu buntut dari dugaan perubahan substansi putusan MK nomor 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang MK.
Pelaporan terhadap sembilan hakim MK itu dilayangkan oleh seorang advokat bernama, Zico Leonard Digardo Simanjuntak. Melalui kuasa hukumnya Leon Maulana Mirza Pasha menduga, terdapat pemalsuan surat dalam putusan MK nomor 103/PUU-XX/2022. Pelaporan ini dilakukan, agar MK transparan dalam menangani sengkarut tersebut.
“Adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dan menggunakan surat palsu sebagai mana salinan putusan dan juga risalah sidang dan juga dibacakan dalam persidangan,” ucap Leon di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (1/2).
Leon menjelaskan, dugaan pemalsuan tersebut didasari adanya frasa yang sengaja diubah, yang bunyinya semula ‘demikian’ menjadi ‘ke depan’. Sehingga, dengan adanya perubahan frasa tersebut maka maksud dari isinya menjadi berbeda.
Ia menyebut, jika penulisan itu dengan alasan typo sangat tidak subtansial, karena ini subtansi frasanya berbeda.
“Bahwa etik silakan berjalan, tidak apa-apa silakan etik berjalan. Kita percayakan kepada MK untuk menjalankan etik, akan tetapi untuk perkara pidana kita akan jalankan juga. Karena kita tahu sekarang kondisi hukum di Indonesia ini sedang diterpa badai, baik itu dari kasus pidana Sambo maupun di MK,” pungkas Leon.
Editor : Kuswandi
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link