DENPASAR, BALIPOST.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia mengalami inflasi 0,17 persen pada Oktober 2023 jika dibanding dengan IHK bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara inflasi Bali masih berada di atas inflasi nasional. Inflasi tahun ke tahun Bali mencapai 2,56 persen (year-on-year/yoy) dan inflasi tahun kalender 1,80 persen (year-to-date/ytd).
Pada Triwulan III 2023, ekonomi Bali tumbuh 5,35% (yoy) dengan pengeluaran berdasarkan harga berlaku (ADHB) sebesar Rp63,01 triliun. Pertumbuhan ekonomi Bali triwulan III 2023, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional.
Statistisi Ahli Madya BPS Bali, A.A. Gede Dirga Kardita, Senin (6/11) mengatakan, dengan tingkat inflasi 2,64% (yoy) pada Oktober 2023 dan pertumbuhan ekonomi 5,35%, merupakan saling melengkapi untuk meningkatkan daya beli masyarakat. “Tapi belum tentu inflasi tinggi dapat meningkatkan laju ekonomi masyarakat sehingga daya beli masyarakat menjadi naik.
Akan tetapi ketika kondisi sekarang, dengan pulihnya ekonomi Bali tenaga kerja di Bali terserap. Jadi dengan bekerja dan pariwisata membaik, sepertinya kesejahteraan di Bali meningkat dibanding tahun sebelumnya. Jadi indikatornya antara bekerja dan tidak, yang penting ada penghasilan,” ujarnya.
Mulai dibukanya kunjungan wisatawan ke Bali yang mana saat kondisi Covid-19 banyak yang di-PHK dan beralih ke pertanian. Kini ketika pariwisata pulih, mereka kembali ke sektor pariwisata yang lebih menjanjikan. Terlihat dari sektor penunjang pariwisata yang penyerapan tenaga kerjanya pada Agustus 2023 cukup tinggi seperti akmamin yang naik 42,92 ribu orang (yoy), transportasi dan pergudangan naik 13,57 ribu orang dan jasa pendidikan naik 12,10 ribu orang.
Kondisi ini membuat angka pengangguran Bali semakin menurun. Pada Agustus 2023 angka pengangguran Bali 72,42 ribu orang, turun 2,11 persen poin dibandingkan Agustus 2022, dari 4,80% menjadi 2,69%.
Sementara pertumbuhan ekonomi Bali lebih tinggi dari nasional. Ketua Tim Neraca Wilayah BPS Provinsi Bali Kadek Muriadi mengatakan, lapangan usaha penyumbang pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu transportasi dan pergudangan tumbuh 27,52%, jasa keuangan dan asuransi tumbuh 15,65%, dan akomodasi makan dan minum tumbuh 16,06%. Namun sebaliknya, lapangan usaha administrasi pemerintahan terkontraksi 5,05%, pertanian, kehutanan, dan perikanan terkontraksi 4,85%, dan jasa pendidikan 3,09%.
“Menurut lapangan usaha, administrasi pemerintah dan menurut komponen pengeluaran konsumsi pemerintah sama- sama mengalami kontraksi secara yoy yaitu 5,05% dan 9,14%. Penyebabnya adalah Covid-19 mereda yang berpengaruh pada belanja pemerintah untuk penanganan Covid-19 terutama di bidang kesehatan pada triwulan III enggak lagi cair,“ ujarnya.
Sementara lapangan usaha pertanian secara qtq memang terkontraksi karena berkaitan dengan panen raya tanaman pangan yang mana puncak panen telah terjadi pada triwulan 2 yaitu di bulan April. Menurutnya hal itulah yang menyebabkan lapangan usaha pertanian terkontraksi. Selain itu lapangan usaha pertanian yang di dalamnya ada sub kategori perikanan dan tanaman pangan mengalami penurunan karena dampak dari anomali cuaca yang mana terjadi El-Nino.
“Ekonomi kita sedang dalam fase pemulihan dan cenderung ke momen bangkit. Maka orang orang akan memilih lapangan usaha yang memberikan produktivitas yang tinggi yaitu pariwisata, ini yang menjadi pendorong yang dulunya orang bekerja di pertanian, yang menjadi satu satunya yang bisa menampung ketika terjadi PHK di pariwisata. Sekarang pariwisata pulih, maka orang pun akan memilih lapangan usaha dengan produktivitas yang tinggi. Tentunya secara naluri orang itu akan beralih ke lapangan usaha yang memberikan produktivitas yang lebih tinggi sehingga terlihat dari banyak yang keluar dari pertanian dan shifting ke akomodasi makan dan minum,” bebernya. (Citta Maya/balipost)
Credit: Source link