Pemerintah Pastikan Belum Akan Diberlakukan Tahun Ini
JawaPos.com – Rencana mengganti LPG 3 kg dengan kompor listrik menuai perdebatan. Pemerintah memastikan akan menunda pelaksanaan program kompor induksi atau kompor listrik pada tahun ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, konversi LPG 3 kg menjadi kompor listrik atau induksi masih akan dibahas lebih lanjut.
”Pemerintah belum memutuskan konversi kompor LPG 3 kg jadi kompor listrik. Sampai saat ini pembahasan anggaran dengan DPR terkait program tersebut masih dilakukan,” ujar Airlangga Jumat (23/9).
Konversi kompor gas (LPG 3 kg) ke kompor listrik sudah diujicobakan di Bali dan Solo sebagai prototipe sebanyak 2.000 sampai 30.000 unit. Airlangga menegaskan bahwa hasil uji coba akan dievaluasi dan dilakukan perbaikan-perbaikan. ”Pemerintah akan menghitung dengan cermat biaya dan risiko, memperhatikan kepentingan masyarakat, serta menyosialisasikan kepada masyarakat untuk program diberlakukan,” tegasnya.
Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebutkan bahwa LPG tidak akan dihapus. Hanya, penggunaannya akan dikurangi. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi impor LPG yang selama ini membebani negara. ”LPG bukan berarti kita harus hapuskan, tidak mungkin. Tapi, harus kita seimbangkan,” tuturnya.
Erick menegaskan bahwa peralihan kompor LPG dengan yang bertenaga listrik berpotensi menghemat kocek negara. Selama ini, kata dia, impor LPG relatif sangat besar. ”Kita ini sekarang terus impor LPG, Rp 70 triliun setiap tahunnya,” ungkap dia.
Secara terpisah, pengamat energi terbarukan Surya Dharma menilai konversi LPG 3 kg ke kompor listrik 1.000 watt bisa terkait dengan isu kelebihan pasokan listrik PT PLN (Persero) selama ini. Menurut dia, konversi tersebut justru akan menambah penggunaan batu bara jika tidak mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
”Seharusnya pola penggantian ini dilakukan dengan analisis dan peta jalan yang baik. Akibatnya, nanti juga akan terjadi penambahan batu bara lagi jika tidak mengikuti peta jalan dan KEN yang sudah disepakati dalam PP 79/2014,” ujarnya.
Konversi ke kompor listrik tanpa menyiapkan energi terbarukan, lanjut Surya, sama saja dengan masuk ke dalam perangkap yang baru. Apalagi, harga batu bara disebutnya sedang mahal, yaitu USD 450 per ton. Naik enam kali lipat dari harga normal yang hanya USD 70 per ton. ”Demikian pula halnya dengan isu nuklir yang jika tidak disukai dan dianalisis dengan tepat, akan masuk dalam perangkap impor bahan baku lagi yang tidak pernah selesai,” tuturnya.
Credit: Source link