JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai kinerja penindakan sangat buruk. Lembaga antirasuah menyampaikan, data yang digunakan ICW tersebut merupakan kinerja bidang penindakan semester satu pada Juni 2020.
“Kami menyayangkan data yang dipakai ICW untuk menarik kesimpulan dan telah dipublikasikan tersebut. Data tersebut ternyata berasal hanya dari data publikasi KPK bidang penindakan pada semester satu, Juni 2020,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Senin (19/4).
Juru bicara KPK bidang penindakan ini menyampaikan, pada laporan tahunan 2020 yakni pada 30 Desember 2020 lalu, target penanganan perkara oleh KPK sebanyak 120 kasus. Menurutnya, dari jumlah target tersebut, telah terealisasi sebanyak 111 penyelidikan, 91 penyidikan dengan jumlah tersangka 109 orang, 75 penuntutan, 92 perkara yang berkekuatan hukum tetap dan 108 perkara telah dilakukan eksekusi.
“Kami tegaskan, jumlah perkara baru yang ditangani KPK pada 2020 sebanyak 91 perkara, belum termasuk sisa perkara yang sedang berjalan dan ditangani KPK sebelum tahun 2020 sebanyak 117. Dengan demikian pada 2020 jumlah total perkara yang ditangani KPK sebanyak 208 perkara,” tegas Ali.
Ali menyebut, pada 2020 KPK dihadapkan pada tantangan tersendiri untuk melakukan fungsi penindakan yaitu dengan adanya pandemi Covid-19. Kebijakan adanya pembatasan sosial berskala besar mengharuskan KPK untuk membatasi para pegawai dalam melaksanakan tugas.
“Kebijakan ini sebagai salah satu upaya perlindungan terhadap insan KPK dari penyebaran wabah Covid-19,” tandas Ali.
Sebelumnya, ICW memberikan nilai ‘E’ kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan institusi Polri dalam melakukan pemberantasan korupsi. Nilai E itu, dikategorikan sangat buruk oleh ICW dalam kinerja penindakan yang dilakukan oleh KPK dan Polri.
Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) memeroleh nilai ‘C’ dalam kinerja penindakan pemberantasan korupsi. Prolehan nilai C ini dikategorikan cukup oleh ICW.
“Kinerja penindakan kasus korupsi oleh institusi penegak hukum hanya mencapai 20 persen dan berada pada peringkat E,” kata peneliti ICW, Wana Alamsyah dalam keterangannya, Senin (19/4).
Wana menjelaskan, dalam periode Januari-Desember 2020, KPK hanya mampu 13 persen menangani kinerja bidang penindakan korupsi, dari target 120 kasus. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja KPK masuk dalam kategori E atau sangat buruk.
Dia menilai, sebagian besar penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) tujuh kasus dan pengembangan sebanyak tujuh kasus. Sedangkan kasus yang baru disidik pada tahun
2020 hanya satu kasus.
“Lambatnya proses pengembangan kasus yang strategis untuk membongkar setiap aktor menjadi kurangnya kualitas penanganan kasus,” beber Wana.
Baca Juga: Wisnu: Saya yang Merancang dan Menciptakan Logo Demokrat
Baca Juga: Reformasi ASN, Naik Pangkat Tiap Dua Tahun dan Usia Pensiun Ditambah
Baca Juga: Sudah Disetujui 30 Negara, Sinovac Produksi 2 Miliar Vaksin Covid-19
Berdasarkan informasi dari situs web KPK terdapat sebanyak 149 kasus korupsi yang disidik, antara lain 115 kasus perkara sisa tahun 2019 dan 34 kasus lainnya disidik tahun 2020. Faktanya, ICW mencatat hanya 15 kasus yang disidik dengan tersangka sebanyak 75 orang.
“Kasus yang carry over diduga memiliki dua tujuan, kasus korupsi akan dilanjutkan hingga tahap persidangan atau kasus korupsi berpotensi di SP3,” cetus Wana.
Dia lantas mencontohkan, kasus yang di carry over dan di SP3 adalah kasus dugaan korupsi BLBI. Serta kebocoran surat perintah dalam beberapa kasus yang ditangani oleh KPK membuka ruang bagi pelaku untuk melarikan diri, menyembunyikan bukti, atau potensi intimidasi dan teror.
“Kebocoran berpotensi terjadi pada tingkat KPK ataupun Dewan Pengawas,” pungkas Wana.
Editor : Dimas Ryandi
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link