Ketum Golkar Setya Novanto menjalani sidang perdana kasus korupsi KTP elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/12). (Anadolu)
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk terus mengembangkan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP. Penetapan Setya Novanto sebagai tersangka diharapkan tak menjadi akhir pengusutan kasus yang diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun ini.
Demikian disampaikan pengamat hukum Asep Iwan Iriawan, dalam diskusi bertajuk `Setnov Effect`, di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (16/12/2017). Ditegaskan Asep, lembaga antikorupsi harus menindaklanjuti sejumlah pihak yang diduga terlibat dan diuntungkan dari proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
Bukan tanpa alasan hal itu disampaikan Asep. Pasalnya, diyakini Asep, ada pihak lain yang memiliki peran besar dalam proyek e-KTP.
“KPK jangan hanya garang terhadap Setya Novanto, tapi buka yang lain juga. Ada yang lebih gede sebenarnya,” tegas Asep.
Menurut Asep, KPK dapat menindaklanjuti sejumlah nama politisi dan birokrat yang pernah muncul dalam dua surat dakwaan sebelumnya. Seperti nama politikus PDIP, Ganjar Pranowo dan Yasonna Laolly.
Dalam dakwaan terhadap dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Irman dan Sugiharto, setidaknya terdapat empat nama politisi PDIP yang ikut menerima sejumlah uang panas e-KTP. Yakni, Olly Dondokambe disebut menerima 1,2 juta dollar AS; Arif Wibowo menerima 108.000 dollar AS; Ganjar Pranowo menerima 520.000 dollar AS; dan Yasonna Laolly menerima 84.000 dollar AS.
“Misal yang sekarang sudah jadi gubernur, sebut saja Ganjar, dia sudah nyangkal, tapi KPK harus cari buktinya. Yasonna misalnya,” ujar dia.
Dikatakan Asep, hilangnya nama sejumlah politikus, termasuk politikus PDIP dalam surat dakwaan terdakwa Setya Novanto, bukan berarti dugaan keterlibatan mereka hilang juga. Lembaga antikorupsi, kata Asep, harus lebih mengintensifkan proses penyidikan dan menguatkan bukti agar mereka yang disebut tak lolos jeratan pesakitan.
“Dengan tidak disebut namanya, bukan berarti dia tidak bisa naik status,” tandas Asep.
Dalam kesempatan yang sama, Politisi Golkar Dave Laksono meminta KPK untuk berlaku seadil-adilnya dalam mengungkap nama-nama yang terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.
“Aparat juga harus adil. Jangan berlindung di dalam kekuasaan yang besar. Dan merasa terlindungi,” tegas Dave.
Ditekankan Dave, jika KPK tidak membuka kasus tersebut secara tuntas maka dapat dipastikan lembaga antirasuah itu bermain politik bilah bambu atau tebang pilih.
Terlabih banyak perlawanan terhadap KPK lantaran dalam pengungkapan kasus korupsi kerap berbau politis.
“Saya bukan menuduh tapi saya minta aparat nih benar-benar adil, buka lapisan-lapisan siapa yang terima dana, siapa yang menikmati. Jadi buka siapa aja bukan hanya Setya Novanto. Buka sedetil-detilnya,” ungkap Dave.
Pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail, sebelumnya mempertanyakan hilangnya sejumlah nama politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dari surat dakwaan Setya Novanto. Politikus PDIP yang disebut Maqdir hilang itu yakni Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey.
Saat proyek e-KTP bergulir,Yasonna dan Ganjar duduk di Komisi II DPR. Sementara Olly merupakan pimpinan Badan Anggaran DPR.
“Kenapa kok tiba-tiba di perkara ini namanya hilang, namanya Ganjar yang menerima uang hilang. Bukan hanya Pak Ganjar, Yasonna Laoly hilang, Olly Dondokambey hilang. Apa yang terjadi, negosiasi apa yang dilakukan oleh KPK,” ungkap Maqdir usai sidang pembacaan dakwaan Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (13/12/2017) malam.
TAGS : KPK Korupsi e-KTP Tebang Pilih Pengamat
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/26425/KPK-Kok-Nggak-Galak-ke-Ganjar-Pranowo-Olly-dan-Yasonna/