JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan melakukan penyitaan terhadap barang bukti milik mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani Maming. Adapun barang bukti yang disita yakni, jam tangan mewah bermerek Richard Mille.
Berdasarkan informasi yang dihimpun JawaPos.com, jam tangan mewah seharga Rp 3 miliar tersebut, diduga didapat Mardani dari pihak yang menyuapnya. Karena berkaitan dengan perkara yang tengah disidik, maka tim penyidik KPK pun langsung menyitanya.
Terkait adanya penyitaan ini, pengacara Mardani Maming, Abdul Qodir mengutarakan, pihaknya menyerahkan secara resmi dugaan penyitaan jam tangan mewah Richard Mille tersebut ke KPK. “Sebaiknya minta pernyataan resmi dari KPK saja,” kata Abdul Qodir dikonfirmasi, Minggu (14/8).
Sementara itu, pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri tidak merespons konfirmasi yang dilayangkan JawaPos.com terkait penyitaan jam tangan mewah milik Mardani Maming.
KPK sebelumnya resmi menahan Mardani H. Maming usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28/7). Maming menjalani proses penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 28 Juli 2022 sampai dengan 16 Agustus 2022 di rumah tahanan (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Penahanan terhadap Mardani Maming dilakukan tim penyidik KPK setelah menerbitkan status daftar pencarian orang (DPO). Sebab, Mardani Maming tak kunjung kooperatif memenuhi panggilan tim penyidik KPK, karena beralasan sedang melakukan upaya hukum praperadilan. Namun, praperadilan itu ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, kasus yang menjerat Mardani Maming saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu pada 2010-2015 dan periode 2016-2018. Mardani Maming memiliki wewenang memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di wilayah Pemerintahan Daerah
Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Menurut Alex, pada 2010 salah satu pihak swasta yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
“Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan Mardani Maming, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada Mardani Maming selaku Bupati agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN dimaksud,” ujar Alex, Kamis (28/7).
Alex berujar, peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yakni, pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.
Selain itu, Mardani Maming juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk
menunjang aktifitas operasional pertambangan dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT Angsana Terminal Utama (ATU) yang adalah perusahaan milik Mardani Maming.
“Diduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktifitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk Mardani Maming untuk mengolah dan melakukan usaha
pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu,” beber Alex.
Perusahan-perusahaan tersebut diduga susunan direksi dan pemegang sahamnya, masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga Mardani Maming, dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh Mardani Maming. Bahkan, pada 2012 PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha dalam membangun pelabuhan
dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetion, dimana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU.
KPK menduga, terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada Mardani Maming melalui
beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming, yang kemudian dalam aktifitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerjasama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming tersebut.
“Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar RP 104, 3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020,” ucap Alex.
Mardani Maming disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Editor : Kuswandi
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link