JawaPos.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim hujan berlangsung pada periode Desember 2021 sampai Januari 2022. Peningkatan curah hujan setiap bulan mencapai 20 sampai 50 persen. Selain dinamika meteorologis lokal, peningkatan curah hujan dipengaruhi fenomena suhu lautan Pasifik La Nina.
Data BMKG menunjukkan, indeks La Nina terus meningkat. Yakni, 0,5 pada Agustus; 0,55 pada September; dan 0,61 pada Oktober. Indeks itu menunjukkan bahwa La Nina telah melewati ambang batas normal.
Meski demikian, menurut Deputi Meteorologi BMKG Guswanto, indeks La Nina masih dikategorikan lemah. ”Kategorinya lemah sampai sedang,” jelas Guswanto kepada Jawa Pos kemarin (28/10).
Guswanto mengatakan, berdasar analisis perbandingan dengan kejadian La Nina 2020, curah hujan meningkat pada November–Desember–Januari, terutama di wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, hingga NTT, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan. BMKG memprediksi La Nina tahun ini relatif sama. Dampak yang akan ditimbulkan, antara lain, peningkatan curah hujan bulanan berkisar 20–50 persen di atas normal.
Dengan peningkatan curah hujan pada periode musim hujan tersebut, perlu kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap potensi lanjutan dari curah hujan tinggi yang berpotensi memicu bencana hidrometeorologi. ”Untuk puncak musimnya pada bulan Desember–Januari,” jelas Guswanto.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, kondisi peningkatan anomali cuaca harus dipersiapkan setidaknya hingga Februari 2022. Pemerintah daerah, masyarakat, serta pihak yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air seperti sungai, danau, dan drainase harus bekerja sama mengurangi risiko bencana. Misalnya, banjir, longsor, banjir bandang, angin kencang atau puting beliung, maupun terjadinya badai tropis.
Credit: Source link