JawaPos.com – Pemangkasan libur panjang akhir tahun juga berdampak pada pemulihan ekonomi nasional. Terutama pada sisi konsumsi. Masyarakat berpendapatan menengah atas akan cenderung menunda liburan.
Akibatnya, konsumsi akan melambat karena kelompok itu menguasai 83 persen dari total tingkat konsumsi nasional. “Ini kemudian berdampak pula pada penerimaan sektor akomodasi dan restoran,” ujar Ketua Ekonom Permata Bank Josua Pardede Minggu(6/12).
Kebijakan pemerintah itu, menurut dia, juga akan membuat pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal IV semakin negatif. Kontraksi ekonomi pada 2020 pun akan menjadi lebih dalam.
“Namun, pengurangan hari libur oleh pemerintah itu bertujuan mencegah persebaran Covid-19. Sehingga, akan mendukung pertumbuhan ekonomi secara jangka panjang,” beber Josua. Menurut dia, pemangkasan libur akhir tahun hanya akan menimbulkan dampak jangka pendek.
Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Media Wahyudi Askar mengakui bahwa 2020 adalah tahun yang tidak sama dengan sebelum-sebelumnya. Jika ingin memicu kinerja, mau tidak mau ritel maupun sektor usaha lainnya harus putar otak untuk meningkatkan minat belanja masyarakat.
“Melakukan strategi diversifikasi metode penjualan dengan skema diskon, cash back, dan seterusnya. Mungkin itu yang yang bisa dilakukan saat ini,” terang Media. Alumnus University of Manchester itu juga yakin perekonomian daerah bisa diandalkan untuk menaikkan daya konsumsi nasional.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey berharap pemangkasan cuti bersama tidak berdampak signifikan pada ritel. Dia yakin konsumen tetap mengunjungi ritel.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : (agf/han/c12/hep)
Credit: Source link