LP3ES
Jakarta, Jurnas.com – Ekonom Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Fachru Nofrian, Ph.D. menyebut ada berbagai kontradiksi yang terjadi di balik upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pelemahan KPK ini, terjadi melalui revisi UU KPK yang telah disahkan dalam sidang paripurna DPR beberapa waktu lalu.
Fachru meyayangkan diskursus terkait pelemahan KPK mulai menghilang, terhapus oleh isu lobi-lobi partai politik. Keadaan ini, katanya, menandakan lemahnya masyarakat sipil untuk berjuang dalam demokrasi, yang semakin oligarkis seperti sekarang ini.
“Itu juga pertanda penegakan hukum ke depan semakin tidak pasti,” jelas Fachru, Rabu (16/10/2019).
Ia mengingatkan, lembaga KPK sangat menentukan baik buruknya negara ini ke depan. Eksistensi KPK juga menentukan citra dan sejarah rezim pemerintahan ini ke depan.
Bagi Fachru, narasi yang berkembang pada awalnya adalah penguatan kelembagaan KPK. Tetapi praktik ekonomi politik hukum yang terjadi adalah kontradiksi, yakni pelemahan KPK.
“Ekonomi politik yang terjadi pada institusi KPK sangat rumit dan dirumitkan, yang mungkin bisa menjadi blunder politik,” ujar Fachru, alumni maison des sciences Paris, Prancis.
Kata Fachru, pemerintahan Jokowi tentu tidak mau dianggap melemahkan KPK di dalam sejarah. Namun kenyataannya berbeda, karena DPR bersama pemerintah dalam hal ini Presiden tak bergeming melakukan revisi, yang substansinya adalah pelemahan KPK.
Secara khusus, Fachru menyoroti kondisi ekonomi politik, yakni hubungan ekonomi dengan politik hukum terkait kelembagaan KPK yang diperlemah.
Ia mengakui, ekonomi makro secara harfiah adalah masalah dinamika variabel konsumsi, investasi dan pertumbuhan. Namun secara holistik ekonomi tidak hanya itu. Sebab ada institusi lain non-ekonomi, yang berpengaruh dan bertali-temali dengan faktor-faktor ekonomi.
“Pasar dan lembaga negara merupakan satu kesatuan institusi, yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kemajuan ekonomi secara keseluruhan,” ungkapnya.
Bagi Fachru, dengan kondisi KPK yang dilemahkan seperti sekarang ini, maka fungsi negara menjadi kabur dimana pemberatasan korupsi oleh negara akan melemah.
Kelemahan institusi seperti ini, lanjutnya, tentu akan mengganggu perekonomian, khususnya implementasi anggaran negara.
“Ekonomi publik secara keseluruhan akan terganggu menjadi semakin tidak efisien. ICOR Indonesia sudah paling tinggi diantara negara-negara ASEAN. Dengan KPK yang lemah dan pemerintahan yang tidak bersih, maka kondisi ekonomi makro akan semakin tidak efisien,” lanjutnya.
Fachru juga menuturkan, banyak negara berkembang memerlihatkan paradoks bahwa negara terbentuk tetapi institusinya tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini ditandai oleh banyak kontradiksi dan inkonsistensi.
“Menjadi pertanyaan, apakah ini berarti KPK tidak bekerja sesuai fungsinya meskipun sudah banyak menyelesaikan kasus?” ungkapnya.
Kata Fachru, sebagai entitas mikro, fakta memerlihatkan bahwa KPK sudah banyak menyelesaikan kasus korupsi. Peranan KPK menjadikan aparat negara untuk jujur dan disiplin dalam anggaran negara sudah berlangsung lama dan dihargai oleh piublik dan masyarakat sipil pada umumnya.
Tetapi praktik hukum mikro operasi tangkap tangan seperti ini sangat tidak disukai oleh politisi, anggota parlemen, kepala daerah, dan aparat negara secara keseluruhan.
“Karena itu, KPK sengaja dilemahkan dari dalam negara itu sendiri karena dianggap sebagai pengganggu dari sistem yang sudah ologarkis,” jelasnya.
Pada tingkat makro, Fachru menilai KPK menjadi jawaban ekonomi politik terhadap persoalan pembangunan makro periode orde baru, yang mencuat menjadi sistem ekonomi dengan tingkat kesenjangan sangat tinggi.
TAGS : Pelemahan KPK LP3ES
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/60971/LP3ES-Beberkan-Berbagai-Kontradiksi-Dalam-Pelemahan-KPK/