Makin Banyak Ditemukan Kasusnya, Inggris Sebut Subvarian Delta Kemungkinan Lebih Menular

Doreen Vickers, 83 tahun, menunggu saat seorang tenaga kesehatan mengisi jarum suntik dengan dosis vaksis Oxford/AstraZeneca COVID-19 di Appleton Village Pharmacy, di tengah penyebaran penyakit virus corona (COVID-19), di Widnes, Inggris, Kamis (14/1/2021). (BP/Antara)

LONDON, BALIPOST.com – Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) pada Jumat (22/10) mengonfirmasi bahwa subvarian Delta (Delta AY.4.2) ditetapkan sebagai varian dalam penyelidikan (VUI) pada 20 Oktober 2021. Subvarian ini resmi dinamai VUI-21OCT-01.

UKHSA mengatakan penetapan itu dibuat lantaran subvarian tersebut menjadi semakin sering ditemukan di Inggris dalam beberapa bulan terakhir. Dilansir dari Kantor Berita Antara, ada sejumlah bukti awal, mutasi itu kemungkinan memiliki tingkat perkembangan yang tinggi di Inggris ketimbang Delta.

Hingga 20 Oktober tercatat 15.120 kasus subvarian Delta di Inggris sejak pertama kali ditemukan pada Juli. Subvarian tersebut menyumbang sekitar 6 persen dari total kasus selama sepekan terakhir.

Kasus dikonfirmasi lewat pengurutan genom dilakukan di sembilan kawasan Inggris. UKHSA mengatakan sedang mengawasinya secara cermat, meski varian Delta versi asli “masih sangat dominan” di negara tersebut, yakni hampir 99,8 persen dari total kasus.

Meski bukti masih bermunculan, sejauh ini subvarian tersebut tampaknya tidak menyebabkan penyakit menjadi lebih parah atau membuat vaksin yang digunakan saat ini menjadi kurang ampuh.

“Virus kerap bermutasi secara acak, dan tidak disangka bahwa varian-varian baru akan terus muncul selama pandemi berlangsung, terutama saat angka kasus masih tinggi,” kata CEO UKHSA Dr Jenny Harries.

Berdasarkan data terkini, lebih dari 86 persen orang berusia 12 ke atas di Inggris sudah mendapatkan dosis pertama vaksin. Sekitar 79 persen telah menerima dosis kedua. (kmb/balipost)

Credit: Source link