JawaPos.com – Sangat familiar ditemui di pasaran, ikan bandeng cenderung memiliki permintaan pasar yang stabil. Tak heran, bandeng pun banyak dibudidayakan. Di Desa Sebatuan tak kurang dari 495 ton per tahun ikan bandeng mampu diproduksi para pembudidaya.
Adapun biasanya pembudidaya membesarkan bandeng pada satu hingga dua kolam tambak dengan ukuran 4 ha per kolam. Tak tanggung-tanggung, saat ini seluas 891 ha dari total 1200 ha lahan potensial digunakan sebagai media pembesaran di sana.
Sebelum memulai budidaya bandeng, hal utama yang harus dilakukan adalah memastikan kualitas tanah dari tambak yang digunakan. Hal ini dilakukan guna meminimalisir terjadinya kebocoran, serta agar tambak memiliki sumber pakan alami yang melimpah.
“Disarankan memilih tanah bertekstur lempung karena lebih kuat. Karena kalau sudah bocor itu repot dan pastinya pembudidaya rugi. Untuk pakan lumut, harus tersedia, karena tidak mungkin kan pembudidaya ngasih pakan tiap hari ke bandeng di kolamnya yang luas,” jelas Leo penyuluh perikanan Kabupaten Sambas.
Usai lahan dipilih, pakan alami pada tambak pun tak lupa ditumbuhkan dengan cara dipupuk. Pemupukan dilakukan pada kondisi dasar tambak berair setinggi mata kaki, lalu dibiarkan mengering sebelum dilakukan pemasukan air kembali. Hal ini dimaksudkan agar proses tumbuh lumut dan ganggang berjalan cepat. Setelah tambak siap, nener pun bisa segera ditebar.
Pemindahan nener ke kolam pembesaran dilakukan secara perlahan, hal ini agar bandeng beradaptasi dengan baik terhadap air dan lingkungannya yang baru. Air yang digunakan sebagai media tumbuh diatur dengan kondisi pH atau keasaman yang stabil, yaitu pada tingkat pH 7 – 8.
Mengenai kepadatannya, bandeng ditebar dengan tingkat kepadatan sebanyak 5.000—10.000 ekor/ha. Jumlah padat tebar bisa dilakukan secara bervariasi, tergantung dari kondisi tambak, tingkat kesuburan maupun kualitas air dalam tambak.
Setelah mencapai berat rata-rata 0,6 kg per ekor yaitu pada usia 4 – 5 bulan dengan pemeliharaan yang intensif, bandeng sudah bisa dipanen. Bandeng dijual dengan kisaran harga antara Rp18.000-Rp21.000 per kilogram. Dengan hasil tersebut tentunya pembudidaya telah memperoleh selisih pendapatan yang menguntungkan.
“Kalau perbandingan antara modal dan hasilnya diakui pembudidaya itu sangat menguntungkan. Jika dipresentasikan mereka dapat 50-70 % dari modal yang dikeluarkan,” tambah Leo.
Besarnya potensi pengembangan komoditas bandeng di Sebatuan turut dimanfaatkan oleh 102 pelaku usaha yang tergabung dalam 15 Kelompok Pembudidayaan Ikan (Pokdakan) dan 9 Kelompok Usaha Bersama (KUB). Peluang tersebut pun turut didorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk terus berkembang. Diantaranya melalui pendampingan budidaya dan kesempatan untuk mengakses modal usaha melalui Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP).
Editor : Mohamad Nur Asikin
Reporter : ARM
Credit: Source link