JawaPos.com – Ketua Umum DPP Persatuan Alumni GMNI (2015-2020) yang juga menjabat Wakil Ketua MPR RI, Dr. Ahmad Basarah menegaskan, untuk melawan ideologi transnasional yang saat ini berkembang di Indonesia diperlukan kerja konkrit di segala bidang. Jika nasionalisme dan sistem demokrasi yang sekarang dianut bangsa Indonesia tidak membuahkan hasil nyata yang menyejahterakan, dikhawatirkan rakyat akan menoleh pada ideologi lain sebagai alternatif.
“Jika nilai-nilai Pancasila diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, rakyat akan merasakan langsung manfaat gotong royong yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila. Jika hal tersebut dirasakan banyak masyarakat, mereka tak akan lagi tertarik pada ideologi lain termasuk transnasionalisme yang dikampanyekan para pengusung paham negara khilafah,” tandas Basarah, Sabtu (29/8).
Menurut Basarah, jika rakyat pandai menjaga memori mereka tentang sejarah bangsa, tak ada alasan lain buat mereka untuk lari dari Pancasila sebagai ideologi bangsa. “Karena itu, faktor penting yang harus diperhatikan dan dijaga oleh suatu bangsa dalam menjaga eksistensi bangsa dan negara mereka dari kehancuran adalah menjaga sejarah bangsa itu sendiri. Kaburnya sejarah suatu bangsa dan suatu negara akan menghancurkan bangsa dan negara itu sendiri,” tegasnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu menambahkan, ada tiga cara bisa dilakukan untuk melemahkan sekaligus menjajah suatu negeri. Pertama dengan mengaburkan sejarah bangsa itu sendiri, kedua dengan menghancurkan bukti-bukti sejarah bangsa, dan ketiga dengan memutuskan hubungan mereka dengan para leluhur dengan mengatakan bahwa leluhur mereka bodoh dan primitif.
“Soal menjaga dan merawat sejarah bangsa ini penting dilakukan oleh kaum nasionalis yang aktif di GMNI. Mereka tak boleh berhenti mengkaji sejarah bangsa sendiri sebagai bentuk menjaga kewaspadaan nasional demi keutuhan NKRI yang kita cintai,” tegas Ahmad Basarah.
Senada dengan Basarah, Wakil Ketua MPR Benny Riyanto mengatakan memori kolektif bangsa tentang sejarah Pancasila harus terus dihidup-hidupkan. Kerja besar ini penting, kata dia, karena dalam suasana politik yang normal seperti saat ini saja sulit sekali mengajukan perundang-undangan yang bermuatan Pancasila untuk diterima, apalagi jika dalam waktu 20 – 30 tahun mendatang ketika generasi milenial yang sekarang masih remaja menjadi para pejabat dan penentu kebijakan di negeri ini.
“Generasi milenial pasti lebih jauh lagi jaraknya dengan masa-masa kelahiran Pancasila. Jika kepada mereka tidak diingatkan tentang sejarah bangsa, tentang sejarah Pancasila, sangat mungkin Pancasila akan menjadi masa lalu,” tandas Benny.
Credit: Source link