Setya Novanto
Jakarta – Kepolisian dinilai terlalu berlebihan dalam menyikapi laporan Ketua DPR, Setya Novanto terkait pembuatan dan penyebaran meme sindiran terhadapnya. Polisi seharusnya melakukan langkah persuasif dengan jalan musyawarah antara pihak pelapor dengan terlapor.
“Lebih baik upaya persuasif dulu, diberi pengertian pada pelapor apa masalahmu, awal mulanya, apakah tidak sebaiknya dimusyawarahkan, diterima untuk dimusyawarahkan. Jangan langsung diterima, BAP, periksa saksi, panggil saksi, yang sifatnya pro yustisia,” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Nawawi Bahrudin, di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (5/11/2017).
Novanto melalui pengacararanya Fredrich Yunadi sebelumnya melaporkan pembuatan dan penyebaran meme sindiran ke polisi pada 10 Oktober 2017. Warganet Dyann Kemala Arrizzqi kemudian ditetapkan oleh kepolisian sebagai tersangka pada 1 November 2017.
Dyann diduga menyebarkan meme Setya yang melanggar Undang-undang Informasi dan Teknologi Elektronik (UU ITE). Dyann diduga melanggar pasal 27 ayat (3) UU ITE serta Pasal 310 dan 311 KUHP.
Polisi saat ini sedang mencari pemilik sejumlah akun yang diduga membuat dan menyebarkan meme Setnov di media sosial.
Disebut-sebut ada lebih dari 60 akun media sosial yang pemiliknya sedang diburu polisi.
Dikatakan Nawawi, penanganan kasus seperti itu harusnya tidak langsung dilakukan berasaskan pedoman hukum. Menurutnya penyebaran meme Setya Novanto yang banyak dilakukan warganet tidak bisa dianggap sebagai tindak pidana. Nawawi menilai polisi keliru dalam penerapan pasal pencemaran baik.
“Meme ini sekedar sindiran dan kritik. Bukan fitnah, bukan ujaran kebencian,” ungkap dia.
Lebih lanjut diungkapkan Nawawi, kritik dari masyarakat kepada pejabat publik adalah keniscayaan. Menurutnya, Pasal pencemaran nama baik baru bisa digunakan untuk penyebar fitnah, bukan kritik.
Nawawi menduga, Meme Setya Novanto yang ramai beredar, tidak muncul secara tiba-tiba. Ia menduga ada suatu hal yang membuat warganet menyampaikan kritikan terhadap Novanto melalui media sosial.
Ditenggarai salah satunya terkait kasus dugaan korupsi e-KTP. Masyarakat salah satunya mengkritik Setya yang mangkir dari pemeriksaan KPK dengan alasan sakit.
“Ada kewajiban Setya untuk mengikuti prosedur hukum tapi tidak ditaati. Itu yang dikritik masyarakat, bukan fitnah yang diada-adakan,” tutur dia.
Novanto tak seharusnya melaporkan pembuatan dan penyebaran meme itu ke polisi. Sebagai pejabat publik, kata Nawawi, Novanto sarusnya mampu menerima segala macam kritik terhadap dirinya. Seharusnya, lanjut Nawawi, masukan dari masyarakat digunakan sebagai bahan koreksi.
“Meme tersebut bisa dianggap salah satu bentuk kritik masyarakat terhadap sistem hukum yang seolah-olah tidak berdaya oleh korupsi,” ujar dia.
“Sebaiknya kuasa hukum Setya Novanto mencabut aduan karena dampak yang ditimbulkan dari pemidanaan ini merugikan banyak pihak dan ketakutan masyarakat untuk mengeluarkan ekspresinya,” ditambahkan Nawawi.
Hal tak jauh berbeda juga disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tibiko Zabar. Mengemukanya meme Setya Novanto dianggap akibat luapan ketidakpuasan masyarakat atas kasus dugaan korupsi yang sebelumnya sempat menjerat Ketum Partai Golkar itum
“Meme sifatnya alamiah, memberi masukan, kritik. Meme Setnov saat itu beberapa hari naik di lini masa kita tak bisa lepaskan dari konteks saat itu. Ketika foto beredar, muncullah ekspresi netizen dan hampir semua netizen pasti terpapar hal itu,” ucap Tibiko Zabar.
Dalam kesempatan yang sama, praktisi Saor Siagian menegaskan, polisi harus hati-hati mengusut kasus meme Setnov karena dapat mengancam kebebasan dan demokrasi di Indonesia. Saor juga meminta polisi membuktikan bahwa mereka bukan bekerja hanya untuk melindungi pejabat publik.
“Polisi harus ingat tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban,” tegas Saor.
TAGS : Meme setya novanto polri lbh
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin