Menteri Keuangan Sri Mulyani hadir di Crisis Centre Lion Air di Bandara Internasional Soekarno Hatta (Foto: Instagram/Ditjen Pajak)
Jakarta, Jurnas.com – Pengamat Kebijakan Publik, Achmad Nur Hidayat mengakui, kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) menerbitkan kembali surat utang adalah tindakan yang tidak populis di tengah pandemi Covid-19 atau wabah virus Corona.
Namun bagi Achmad, semua menteri keuangan akan melakukan hal yang sama jika dihadapi situasi ekonomi yang minim pendapatan negara, di tengah tuntutan besar akan stimulus ekonomi akibat pandemik Covid-19 dan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa lebih besar lagi.
“Tindakan SMI tersebut dapat dipahami sebagai tindakan counter cyclical crises yang tidak populer dan dalam bingkai kebijakan publik,” jelas Achmad.
Ahmad menegaskan, memang harus ada pejabat tidak populer untuk menyelamatkan keuangan negara saat ini. Sosok itu adalah Sri Mulyani Menteri Keuangan periode kedua Kabinet Presiden Jokowi.
Kementerian Keuangan mengeluarkan obligasi global (global bond) 4,3 miliar USD atau Rp68,8 Triliun. Obligasi global tersebut diterbitkan dalam 3 bentuk Surat Berharga Negara (SBN) yaitu seri RI1030, RI 1050, dan RI0470. Ketiga seri tersebut memiliki tenor jangka panjang diatas 10 tahun.
“Hal ini adalah strategi yang bijak untuk memberikan ruang fiskal agak lebar di jangka pendek. Yield/kupon SBN ketiganya berkisar 3.9%-4.5% per tahun berdenominasi USD,” papar Achmad.
Ia juga menjelaskan, Seri RI1030 memiliki tenor 10,5 tahun yang jatuh tempo pada 15 Oktober 2030 diterbitkan sebesar USD1,65 miliar dengan yield global sebesar 3,9%.
Seri kedua yaitu RI1050 dengan tenor 30,5 tahun atau jatuh tempo 15 Oktober 2050. Nominal yang diterbitkan juga USD1,65 miliar dengan yield 4,25%.
Seri ketiga adalah RI0470 dengan tenor 50 tahun, jatuh tempo 15 April tahun 2070 sebesar UDD1 miliar dengan tingkat yield 4,5%.
“Seri ketiga ini merupakan global bond pertama yang diterbitkan dengan tenor 50 tahun. SBN yang ketiga adalah series baru yang belum pernah diterbitkan sebelumnya. Jatuh tempo atau tenornya 50 tahun yaitu 15 April tahun 2070 sebesar USD1 miliar dengan tingkat yield 4,5%,” jelas Achmad.
Ia mengingatkan penerbitan dengan tenor 50 tahun merupakan tenor terpanjang yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Hal ini secara implisit menunjukkan kepercayaan investor jangka panjang terhadap track record kondisi ekonomi dan pengelolaan keuangan negara di masa depan.
“Indonesia juga merupakan negara pertama di Asia yang menerbitkan sovereign bond sejak pandemi COVID-19 terjadi,” jelasnya.
Sejak Februari hingga Maret, lanjut Achamd, tidak ada satu negara pun di Asia yang masuk ke global bond, karena mereka melihat situasi volatilitas dan gejolak keuangan yang sangat besar.
Sayangnya, Achmad mengatkan tak ada kemeriahan tepuk tangan dari prestasi kebijakan Sri Mukyani tersebut, karena secara implisit Indonesia merupakan negara pertama di Asia yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap pembiayaan luar dalam mengatasi CV19. Dan ini seharusnya menjadi evaluasi terhadap ketahanan fiskal saat ini.
Achmad menyampaikan pula bagaimana Menkeu menyebu penerbitan ketiga seri SBN tersebut adalah penerbitan terbesar di dalam sejarah penerbitan US Dollar Bond oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Bersambung….
TAGS : Menteri Keuangan Sri Mulyani SBN
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/70261/Mencermati-Penerbitan-Global-Bond-dan-Kerjasama-the-Fed-AS/