Lebaran identik dengan menu makanan berlimpah. Suguhan penganan untuk keluarga wajib disiapkan. Banyak pula dengan parsel berupa makanan yang dikirimkan kerabat. Bagaimana mengatasi sisa makanan berlebihan tersebut?
—
SISA makanan, seperti jenis sampah lainnya, juga bisa mengeluarkan gas metana ke atmosfer. Dampaknya adalah efek rumah kaca dan perubahan iklim yang mulai dirasakan saat ini. Membiarkan sisa makanan langsung ke tempat pembuangan akhir (TPA) yang terbuka ke udara bebas sama saja dengan membiarkan produksi gas metana berkelanjutan.
”Padahal, sampah organik itu jumlahnya 40 sampai 50 persen dari total sampah yang kita produksi sehari-hari,” ucap penggiat lingkungan Putu Putri Indira Sari. Masalah tumpukan sampah bisa berkurang drastis jika pengolahan sampah organik mulai dilakukan di rumah-rumah. Jadi, TPA hanya fokus mengolah sampah yang perlu alat spesifik saja. Bukan semua jenis sampah yang sudah campur aduk.
Secara umum, ada dua cara pengolahan sisa makanan yang dibagikan Indi, sapaan Putu Putri Indira Sari. Pertama, dengan mengubah sampah-sampah organik tersebut jadi kompos. Proyeknya cukup sederhana. Bahan yang digunakan adalah tong cat yang sudah tak terpakai. ”Kalau rumah tangga personal, tong yang dipakai memang tidak usah yang besar sekali,” tuturnya. Siapkan pula saringan untuk di bagian dasar tong dan cairan EM4 untuk membantu proses pembuatan kompos.
”Caranya mudah banget. Sampah organik tinggal dimasukkan dalam tong, lalu disemprot cairan EM4,” jelas Indi. Sampah-sampah organik yang bisa diproses adalah sisa makanan, sampah tanaman gugur, dan kertas-kertas. Beberapa jenis kertas yang tidak bisa diproses adalah kertas minyak dan majalah karena bahannya tak lagi murni dari olahan pohon. Sedangkan makanan yang dihindari adalah daging-dagingan dan tulang. ”Cenderung bikin bau dan mengundang belatung,” sambungnya saat ditemui Minggu (9/5).
Credit: Source link