JawaPos.com–Pakar Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi mengatakan, gagasan awal penyusunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja ditujukan untuk menangkal gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Sebab, hal tersebut berpotensi muncul menghadapi revolusi industri 4.0.
”Saat itu dikhawatirkan terjadi gelombang PHK karena banyak tenaga kerja kita belum punya literasi teknologi informasi (IT) dan digital,” kata Tadjuddin seperti dilansir dari Antara di Jogjakarta.
Tadjuddin yang mengaku telah terlibat dalam pembahasan RUU Cipta Kerja sejak 2018 mengatakan, respons terhadap gelombang PHK diperlukan karena memasuki revolusi industri 4.0 berbagai pekerjaan di perusahaan bisa tergantikan dengan teknologi. Namun demikian, di tengah proses penyusunan RUU tersebut, pandemi Covid-19 melanda. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi merosot drastis hingga minus dan gelombang PHK justru muncul lebih awal mendahului prediksi sebelumnya.
Demi membantu para buruh atau pekerja yang kena PHK maupun dirumahkan menghadapi situasi itu, menurut dia, pemerintah kemudian membuat program bantuan langsung tunai (BLT) subsidi gaji hingga kartu prakerja. ”Tapi tentu ini tidak bisa lama, kalau diteruskan seperti itu keuangan negara kita akan habis,” kata Tadjuddin Noer Effendi yang juga Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.
Dalam situasi krisis saat ini, kata Tadjuddin, tidak ada cara lain, kecuali mendatangkan investasi untuk kembali memulihkan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air yang nanti juga berimplikasi pada aspek ketenagakerjaan. Untuk mendatangkan investasi, UU Cipta Kerja yang sebelumnya masih dalam proses harus segera dirampungkan karena UU Ketenagakerjaan Tahun 2013 tidak ramah investor.
Apabila UU Ketenagakerjaan yang lama tetap dipakai, Tadjuddin meyakini tidak akan ada investor yang mau datang ke Indonesia. Jika demikian, pertumbuhan ekonomi di tengah situasi pandemi akan terus minus.
”Padahal untuk menciptakan peluang kerja, pertumbuhan ekonomi harus di atas 5 persen. Kalau pertumbuhan satu persen hanya bisa menciptakan 200 ribu peluang kerja per tahun. Jika lima persen membuka peluang satu juta per tahun,” terang Tadjuddin Noer Effendi.
Dia mengatakan, UU Cipta Kerja merupakan payung hukum. Dalam penerapannya, masih membutuhkan aturan turunan mulai dari Peraturan Pemerintah (PP) hingga Peraturan Menteri (Permen).
Tadjuddin menyayangkan banyak pihak yang tidak memahami secara menyeluruh mengenai substansi UU Cipta Kerja beserta tujuannya. Apalagi, penjelasan yang terlanjur beredar di masyarakat justru diwarnai disinformasi atau hoaks. Dia berharap pemerintah dapat lebih baik dalam mengomunikasikan ihwal UU Cipta Kerja kepada publik.
”Seperti penghapusan cuti hamil dan lainnya itu hoaks karena belum ada. Kalau tidak ada tanda tangan presiden itu hoaks. Enggak akan mungkinlah buat UU hanya untuk mencelakakan warganya,” ucap Tadjuddin.
Saksikan video menarik berikut ini:
Editor : Latu Ratri Mubyarsah
Reporter : Antara
Credit: Source link