JAKARTA, BALIPOST.com – Arcturus atau XBB 1.16 sebagai varian baru COVID-19 terdeteksi di sejumlah negara. Guna memantau masuknya varian baru yang disebut bersumber dari India ini, pemerintah melakukan sejumlah pencegahan.
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi dikutip dari Kantor Berita Antara, Sabtu (1/4), belajar dari pengalaman tiga tahun pandemi, varian baru COVID-19 selalu ditemukan dari pemeriksaan sampel orang yang dinyatakan positif. Pemeriksaan melalui surveilans genomik menjadi sangat penting dalam memantau perkembangan mutasi varian virus.
“Kita perlu tahapan untuk bagaimana menyiapkan (endemi), kalau ini sudah masuk pada situasi endemi yang artinya jadi penyakit biasa, tidak spesial, ini yang kita butuhkan. Kenapa pemerintah yakin? Itu karena surveilans kita pantau dan diperkuat,” kata Nadia.
Nadia menuturkan belajar dari pengalaman tiga tahun pandemi, varian baru COVID-19 selalu ditemukan dari pemeriksaan sampel orang yang dinyatakan positif. Pemeriksaan melalui surveilans genomik menjadi sangat penting dalam memantau perkembangan mutasi varian virus.
Kemenkes telah menggencarkan surveilans hingga tingkat kabupaten/kota dengan bantuan dari dinas kesehatan daerah terkait. Pemantauan dipastikan tidak akan berhenti meski situasi pandemi kini sudah jauh lebih baik.
Dari pemantauan genomik itu pula, diketahui sampai hari ini Indonesia belum mendeteksi adanya varian Arcturus, meski sempat mengalami kenaikan kasus beberapa hari lalu. “Jadi misalnya pada satu daerah tiba-tiba terjadi peningkatan kasus batuk-pilek, kemudian apalagi kalau ditambah banyak yang meninggal tiba-tiba itu surveilans kita akan langsung turun melihat kejadian tersebut dan akan melakukan penelitian epidemiologi,” ujarnya.
Menurut Nadia meski pada satu daerah angka peningkatan kasusnya cenderung kecil, pihaknya akan tetap melakukan verifikasi untuk mencegah potensi munculnya varian baru seperti Arcturus yang saat ini menyebabkan lonjakan kasus di India.
Di samping memantau varian baru, ia mengatakan Kemenkes fokus memantau jumlah kasus kematian per hari. Jika tren kasus masih dalam batas yang bisa dikendalikan, maka masyarakat tidak perlu khawatir karena terbukti sudah memiliki ketahanan dari infeksi karena anti bodi yang terbentuk dengan baik.
Walaupun demikian, Nadia mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak menyepelekan COVID-19 karena penularannya yang masih terus terjadi.
“Kita akan terus hidup berdampingan dengan COVID-19 sampai kemudian dinyatakan virusnya hilang dari permukaan bumi. Yang sekarang kita lihat adalah fatalitas dan kematian. Jadi kalau angka sakit berat, orang yang positif itu sakit berat masuk rumah sakit, itu jumlahnya sama seperti penyakit penyakit yang selama ini ada itu artinya kita tidak peru khawatir,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu mengatakan pemerintah sudah meningkatkan kewaspadaan di seluruh pintu masuk negara untuk mengantisipasi importasi varian baru COVID-19 Arcturus.
Terhadap mereka yang bergejala, dilakukan prosedur pemeriksaan kesehatan mulai dari karantina, swab PCR dan langsung diperiksa Whole Genome Sequencing (WGS). Belajar dari kepulangannya setelah pergi ke India, ia menjelaskan tidak ada pengetatan yang dilakukan oleh pemerintah India meski Arcturus telah ditemukan.
Arcturus merupakan subvarian baru Omicron XBB 1.16 yang kali pertama diidentifikasi dari dua sampel pada Januari 2023, 59 sampel pada Februari 2023, dan 15 sampel varian ditemukan pada bulan Maret 2023 di India.
Laman The Health Side melaporkan, India termasuk negara yang paling banyak ditemukan kasus varian Arcturus di dunia, kemudian disusul Amerika Serikat.
Sejumlah gejala yang timbul dari varian Arcturus di antaranya demam dan menggigil, batuk, hidung tersumbat dan pilek, sakit kepala, nyeri otot, dan sakit tenggorokan. (kmb/balipost)
Credit: Source link