Sembilan negara memberikan suara mendukung resolusi PBB, enam lainnya tidak memilih (abstain) (Foto: Shannon Stapleton/Reuters)
Washington – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) memberlakukan embargo senjata di Sudan Selatan, hampir lima tahun setelah perang sipil yang menghancurkan di negara itu dimulai.
Resolusi rancangan Amerika Serikat soal penetapan embaroga paling sedikit harus mengantongi sembilan suara. Sementara Rusia, China, Ethiopia, Bolivia, Guinea Khatulistiwa dan Kazakhstan memilih abstain. Mereka berhati-hati atas pemungutan suara di tengah upaya kawasan tersebut untuk menghidupkan kembali upaya perdamaian di Sudan Selatan.
Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley mengatakan penerapan resolusi itu untuk menghentikan kekerasan. “Kita perlu menghentikan aliran senjata yang digunakan kelompok bersenjata memerangi satu sama lain dan untuk meneror rakyat”.
Namun, Duta Besar Sudan Selatan untuk PBB, Akuei Bona Malwal mengatakan, resolusi itu akan “merusak perdamaian” dan “sebuah tamparan bagi organisasi-organisasi yang berusaha untuk membawa perdamaian di Sudan Selatan”.
Duta Besar Ethiopia untuk PBB, Tekeda Alemu mengatakan, embargo senjata akan merusak proses perdamaian dan bahwa Uni Afrika dan Timur blok regional Afrika IGAD percaya “sekarang bukan waktu yang tepat mengambil kebijakan tersebut.”
Sementara, Duta Besar China untuk PBB, Ma Zhaoxu, mengatakan, dewan seharusnya mendengarkan para pemimpin Afrika mengenai masalah ini.
Perang saudara di Sudan Selatan meletus sejak 2013, dua tahun setelah memperoleh kemerdekaan dari Sudan, ketika Presiden Salva Kiir menuduh wakilnya Riek Machar merencanakan kudeta. Selama bertahun-tahun, konflik terus membengkak.
Bulan lalu, Presiden Kiir dan saingannya Riek Machar menyetujui gencatan senjata permanen untuk mengakhiri perang sipil yang menghancurkan negara mereka. Meski beberapa gencatan senjata sebelumnya berulang kali dilanggar oleh pihak yang bertikai.
Sudan Selatan pada mulanya menjadwalkan pemilihan tahun ini. Tetapi konflik berdarah masih berlanjut. Parlemen negara itu memberikan suara 2015 untuk memperpanjang masa jabatan Kiir tiga tahun, setelah pemilihan yang akan diadakan pada bulan Juni tahun itu dibatalkan.
Masa transisi Kiir diperkirakan akan berakhir pada bulan Juli tahun ini. Tetapi parlemen Sudan Selatan memilih untuk memperpanjang masa jabatan Kiir saat ini tiga tahun, mengajukan keberatan dari oposisi, yang menyebut langkah itu ilegal.
Perang saudara di wilayah itu menewaskan puluhan ribu orang dan memaksa jutaan orang melarikan diri dari rumah mereka, memicu krisis kemanusiaan. Tujuh juta orang Sudan Selatan, lebih dari separuh penduduk, akan membutuhkan bantuan makanan pada 2018.
Konflik berkepanjangan juga memotong produksi minyak mentah negara itu, yang mana pemerintah bergantung pada pendapatan, dengan output kurang dari separuh sebelum perang sebesar 245.000 barel per hari. (Al Jazeera)
TAGS : Sudan Amerika Serikat embargo
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/37663/PBB-Embargo-Senjata-di-Sudan/