NEW DELHI, BALIPOST.com – India menyumbang hampir 50 persen dari kasus COVID-19 baru secara global pada pekan lalu. Bahkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan sebesar 25 persen angka kematian berasal dari India.
Dikutip dari Kantor Berita Antara, sebanyak 46 persen dari kasus baru virus Corona yang tercatat di seluruh dunia dan 25 persen kematian global yang dilaporkan dalam sepekan terakhir berasal dari India.
Di seluruh dunia, sebanyak 5,7 juta kasus baru dilaporkan minggu lalu dan lebih dari 93.000 kematian, kata WHO dalam laporan epidemiologi mingguannya. India melaporkan hampir 2,6 juta kasus baru, atau meningkat 20 persen pada minggu sebelumnya dan 23.231 kematian.
Angka-angka tersebut didasarkan pada penghitungan resmi, sehingga proporsi India bisa lebih besar jika, seperti yang diyakini banyak ahli, sejumlah besar kasus dan kematian tidak dicatat di sana karena sistem kesehatan yang kewalahan. India menyumbang hampir 18 persen dari populasi dunia.
Lonjakan virus corona di India, termasuk varian baru yang sangat menular, pertama kali diidentifikasi di sana, telah menyebabkan rumah sakit kehabisan tempat tidur dan oksigen, serta kamar mayat dan krematorium meluap.
Banyak orang meninggal di ambulans dan tempat parkir mobil menunggu tempat tidur atau oksigen. Infeksi harian di negara itu naik 382.315 pada Rabu (5/5), berdasarkan data Kementerian Kesehatan India. Ini merupakan hari ke-14 berturut-turut, tambahan hariannya lebih dari 300.000 kasus.
Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi telah banyak dikritik karena tidak bertindak cepat untuk menekan gelombang kedua virus. Festival keagamaan dan demonstrasi politik telah menarik puluhan ribu orang dalam acara yang sangat mudah menyebar infeksi.
“Kami sangat membutuhkan pemerintah. Dan kami tidak memilikinya. Kami kehabisan udara. Kami sekarat …,” kata penulis India Arundhati Roy dalam sebuah opini yang diterbitkan pada Selasa (4/5), menyerukan agar Modi mundur.
“Ini adalah krisis yang sedang Anda buat. Anda tidak dapat menyelesaikannya. Anda hanya dapat memperburuk keadaan …. Jadi silakan pergi. Itu adalah hal yang paling bertanggung jawab yang harus Anda lakukan. Anda telah kehilangan hak moral untuk menjadi perdana menteri kami,” tulis Roy.
Dua kereta yang mengangkut oksigen cair mencapai Ibu Kota Delhi pada Rabu, kata Menteri Perkeretaapian Piyush Goyal di Twitter. Lebih dari 25 kereta sejauh ini telah mengirimkan oksigen ke berbagai bagian India.
Pemerintah India mengatakan ada cukup pasokan oksigen tetapi distribusi terhalang oleh masalah transportasi.
Lonjakan infeksi di India bertepatan dengan penurunan drastis dalam vaksinasi karena masalah pasokan dan pengiriman. Sedikitnya tiga negara bagian—termasuk Maharashtra, rumah bagi ibu kota komersial Mumbai—telah melaporkan kelangkaan vaksin dan menutup beberapa pusat inokulasi.
Oposisi India telah menyerukan penguncian nasional, tetapi pemerintah enggan untuk memberlakukan penutupan karena takut dampak ekonomi, meskipun beberapa negara telah memberlakukan pembatasan sosial. Bank sentral India meminta bank-bank untuk membiarkan peminjam tertentu memiliki lebih banyak waktu untuk membayar pinjaman mereka karena lonjakan infeksi berdampak pada kebangkitan ekonomi.
Di negara bagian terpencil Mizoram yang berbatasan dengan Myanmar, persediaan tempat tidur sangat terbatas di Zoram Medical College, rumah sakit COVID terbesar di negara bagian itu, sehingga semua pasien non COVID telah diminta untuk pergi, kata pejabat pemerintah Dr ZR Thiamsanga.
Hanya tiga dari 14 ventilator yang masih tersedia.
“Menurut pendapat saya, penguncian total diperlukan untuk mengendalikan situasi,” kata Thiamsanga dari ibu kota negara bagian Aizawl.
Pakar medis mengatakan jumlah sebenarnya dari kematian dan terinfeksi di India bisa lima hingga 10 kali lipat dari penghitungan resmi. Negara itu menambahkan 10 juta kasus hanya dalam empat bulan. Padahal, membutuhkan lebih dari 10 bulan untuk mencapai 10 juta kasus pertama.
Pakar kesehatan masyarakat percaya India tidak akan mencapai kekebalan komunitas dalam waktu dekat tetapi mengatakan rawat inap dan kematian akan berkurang secara signifikan dalam enam hingga sembilan bulan, menurut laporan di The Economic Times. (kmb/balipost)
Credit: Source link