JAKARTA, BALIPOST.com -Pemerintah disarankan untuk mengurangi impor barang konsumtif yang bukan merupakan kebutuhan primer demi menjaga kinerja neraca perdagangan. Saran tersebut disampaikan Lembaga riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). “Impor barang konsumtif inilah yang harus dibenci, seperti jam, sepatu, atau elektronik yang upscale. Tapi kalau bahan baku atau bahan modal jangan dibenci,” kata Direktur Riset INDEF Berly Martawardaya dalam konferensi pers: Produk Asing: Benci Tapi Rindu, Senin (8/3), dikuti dari kantor berita Antara.
Berly mengatakan, pemerintah hanya perlu selektif melakukan impor, dengan memprioritaskan impor bahan baku untuk di proses di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga disarankan untuk menarik investasi yang beriorientasi pada ekspor sehingga mampu meningkatkan surplus neraca perdagangan. “Kita impor untuk memperkuat rantai produksi manufaktur dan jasa dengan nilai tambah tinggi. Tujuannya tentu untuk diekspor kembali,” katanya.
Lebih lanjut, Ekonom Universitas Indonesia ini menilai sejumlah upaya bisa dilakukan untuk menjaga pasar dan menggenjot ekspor produk Indonesia, di antaranya meningkatkan penetrasi ke pasar non tradisional. Upaya ini dapat dilakukan melalui program pengembangan produk ekspor, pengembangan SDM di bidang ekspor, dan promosi dagang. “Kalau kita mau menjadi negara yang kuat produksi, ekonomi, dan ekspornya ya harus bagus iklim bisnis dan rendah korupsinya,” ujarnya.
Berly juga berharap pemerintah terus menggalakkan ekspor meskipun masih dalam situasi pandemi Covid 19. Ia juga mendorong agar kawasan industri dan Export Processing Zone (EPZ) terus dikembangkan. “Selain infrastruktur bagus dan lokasi strategis, penting juga dijaga zero tarif-nya dan pastikan untuk ekspor saja. Jangan sampai bocor ke domestik sehingga tujuannya tidak tercapai,” pungkasnya. (kmb/Balipost)
Credit: Source link