JAKARTA, BALIPOST.com – Media dan jurnalis di Indonesia agar tetap bekerja secara profesional dan memiliki kredibilitas di tengah penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024. “Dewan Pers betul-betul akan melakukan pengawalan agar media kita profesional dan jurnalis kita memiliki kredibilitas,” ujar Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu saat memberikan sambutan dalam seminar bertajuk “Pers dan Pemilu Serentak 2024” di Jakarta, dikutip dari Kantor Berita Antara, Kamis (26/1).
Menurut Ninik, hal tersebut perlu dipastikan karena media dan jurnalis dalam menghadirkan pemberitaan mengenai Pemilu Serentak 2024 harus mampu menunjukkan independensi. Ia mengatakan pemberitaan pemilu itu tidak boleh terkontaminasi kepentingan ekonomi, politik, dan kepentingan konglomerasi media.
Ninik berpandangan jika profesionalisme, kredibilitas, serta independensi media bisa dijaga selama penyelenggaraan pemilu, masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat dan objektif tentang pesta demokrasi itu. “Kalau itu bisa dilakukan, saya meyakini bahwa masyarakat kita akan memperoleh informasi yang ‘genuine’, terutama dari pers,” ujar dia.
Sebelumnya, Deputi Bidang Kesatuan Bangsa Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopohukam) Janedjri M. Gaffar mengatakan pers harus menjadi referensi utama bagi pemilih mengenai seluruh informasi kepemiluan pada Pemilu Serentak 2024.
“Pers harus menjadi referensi utama agar pilihan rakyat pada Pemilu Serentak 2024 mendatang didasari oleh pertimbangan kepentingan keutuhan, kesatuan, dan kemajuan bangsa, bukan didasari oleh sentimen pribadi atau kelompok,” ujar Janedjri.
Dengan demikian, lanjut dia, segenap insan pers di Tanah Air dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesadaran dalam memainkan peran strategis dan sentral tersebut, seperti dengan bertindak selektif dalam memilih narasumber yang kompeten dan bertanggung jawab serta memilih judul dan sudut pandang berita yang konstruktif.
Menurutnya, langkah itu pun akan berperan besar mencegah terjadinya praktik dan fenomena “click bait”, yakni membuat judul berita yang bombastis, namun tidak sesuai dengan isi beritanya.
Sejauh ini, menurut dia, penyelenggaraan pemilu rentan menimbulkan konflik ataupun pembelahan sosial karena dipenuhi dengan informasi yang tidak benar atau hoaks yang dapat memecah-belah masyarakat. “Berkaca dari penyelenggaraan Pemilu 2014 dan 2019, salah satu fenomena yang sangat menguat adalah munculnya berita bohong dan disinformasi. Fenomena ini tidak sekadar akan merugikan kita semua karena mengelabui pandangan publik yang berujung pada kekeliruan pilihan pada saat pemilu, tetapi juga dapat melahirkan pembelahan sosial yang dipenuhi dengan kebencian,” ucap dia.
Keadaan seperti itu, tambah Janedjri, tidak hanya dapat berujung pada konflik sosial, tetapi juga dapat menjadi penghambat penyelenggaraan negara dan kemajuan bangsa.
Oleh karena itu, ia juga mengingatkan pers harus menjadi penyuara kepentingan publik yang objektif serta menyajikan berita berimbang yang berbasis pada fakta, bukan kepentingan. (Kmb/Balipost)
Credit: Source link