JawaPos.com – Obat Covid-19 temuan Universitas Airlangga (Unair), Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI AD menulai polemik. Banyak juga yang meragukan temuan tersebut. Bahkan tidak sedikit yang nyinyir.
Guru Besar dari Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji mengatakan, seharusnya penemuan anak negeri tersebut mendapat dukungan. Karena itu merupakan prestasi anak bangsa di tengah pandemi Covid-19 di tanah air.
”Seharusnya penilitian yang inovatif dan progresif karya anak bangsa dari Unair, TNI AD, dan BIN haruslah diapresiasi sebagai buah prestasi kebanggaan anak bangsa dan negara,” ujar Indriyanto kepada wartawan, Jumat (21/8).
Indriyanto mengaku mendapatkan informasi, bahwa klaim obat Korona tersebut merupakan hasil dari kombinasi sejumlah obat yang telah diuji dalam tiga tahap. Tim Unair-BIN-TNI AD mengklaim 85 persen sampel yang diujicobakan dengan obat tersebut sembuh berdasarkan hasil tes PCR.
“Bahkan proses penyembuhan disebut berlangsung mulai dari 1-3 hari,” katanya.
Oleh sebab itu, Indriyanto mengatakan, persoalan administratif perijinan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) itu seharusnya dikomunikasikan dengan persuasif, terintegrasi dan koordinasi berimbang secara baik dengan Unair, TNI AD dan BIN.
“Apapun apresiasi patut diberikan kepada Unair yang akan melakukan evaluasi uji klinis tersebut,” ungkapnya.
Sebelumnya, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya angkat bicara terkait kombinasi obat Covid-19 yang ditemukan peneliti Universitas Airlangga bersama BIN dan TNI AD.
BPOM mengungkapkan, ada beberapa catatan masalah yang harus dikoreksi dan diteliti atau dikaji ulang oleh tim peneliti. BPOM menyebutnya dengan istilah obat tersebut belum valid atau sahih.
Kepala BPOM Penny Lukito menjelaskan, pihaknya telah menerima hasil laporan penelitian uji klinis berdasarkan inspeksi atau monitoring yang dilakukan BPOM sejak 28 Juli. Maka tugas BPOM saat ini adalah me-review atau meninjau ulang hasil uji klinis terbaru dari peneliti.
“Sudah ada pertemuan dengan tim peneliti dan sponsornya dalam hal ini BIN dan TNI AD. Hasil ini akan kami review. Kami lakukan apresiasi, upaya dilakukan bersama Unair sebagai peneliti sebagai inisiator. Ini upaya bersama untuk menemukan obat dalam hadapi pandemi,” kata Penny kepada wartawan, Rabu (19/8).
Pada saat inspeksi atau monitoring per 28 Juli 2020 terkait 3 kombinasi obat Covid-19 yang dilakukan tim Unair, BPOM masih menemukan beberapa masalah atau gap. Baik itu temuan Critical Major (dampak validitas uji klinis dan hasil yang didapatkan), ataupun Minor.
“Tanggal 28 Juli itu adalah inspeksi kami yang pertama ya. Pelaksanaan uji obat ini dimulai sejak tanggal 3 Juli untuk uji klinis. Dan selama inspeksi itu, BPOM menemukan Critical Finding atau Temuan Kritis,” tegasnya.
Untuk itu, BPOM memberikan catatannya pada peneliti untuk ditindaklanjuti saat itu. “Perlu ditindak lanjut lagi penelitiannya. Nah hari ini, tim peneliti sudah kembali menyampaikan kepada kami hasil dari respons atas monitoring atau inspeksi yang kami lakukan. Maka kami masih akan me-review lagi. Belum sampai ke sana (izin edar),” jelasnya.
Maka, Penny menegaskan status obat ini masih menunggu hasil review dari BPOM atas catatan-catatan dan temuan BPOM pada hasil monitoring. Karena pada dasarnya, catatan yang diberikan oleh BPOM harus diperbaiki peneliti. BPOM tak menjawab butuh waktu berapa lama untuk akhirnya bisa sampai kepada izin edar bisa dikeluarkan.
“Dari apa yang diserahkan ke kami, nanti akan dilihat lagi. Bukan masalah cepat-cepatan ya. Ya berusaha cepat memang penting. Tapi hasil harus menentukan validitasnya. Dan hasil yang diharapkan,” tegasnya.
Tugas dari BPOM, kata dia, adalah mendampingi vaksin atau obat yang diedarkan dan dipasarkan agar bermutu serta aman. Penny mengklaim komitmen BPOM dalam memberikan izin untuk percepat penanganan pandemi sudah ditunjukkan dengan pemberian izin emergency terhadap penggunaaan beberapa obat. Termasuk yang sekarang sudah digunakan sebagai terapi pasien Covid-19.
Editor : Dimas Ryandi
Reporter : Gunawan Wibisono
Credit: Source link