Heri Budiawan (rompi merah), terdakwa penyebar ajaran marxisme, leninisme, dan komunisme.
Jakarta, Jurnas.com – Kejaksaan diminta jangan ragu-ragu mengeksekusi putusan pengadilan tertinggi, yakni Mahkamah Agung (MA) yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Eksekusi putusan inkracht yang berlarut menjadi preseden buruk dan dapat timbulkan gesekan dimasyarakat.
Demikian pendapat pemerhati hukum dan HAM Leo M. Djafar saat dimintai pendapat terkait tidak kunjung dieksekusinya putusan kasasi MA terhadap Heri Budiawan alias Budi Pego yang dijerat kasus penyebaran ajaran komunisme saat memimpin aksi demonstrasi pada 4 April 2017.
”Secara ketentuan, kalau tidak puas dengan putusan MA, terdakwa atau kuasa hukumnya boleh melakukan upaya hukum lanjutan, semisal dengan mengajukan PK (Peninjauan Kembali). Namun, eksekusi terhadap putusan kasasi MA tidak boleh ditunda,” kata Leo, Senin (2/9).
Keputusan kasasi MA terhadap Heri Budiawan sudah terbit pada 16 Oktober 2018. ”Patut dipertanyakan, apa kendalanya, sehingga Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi tidak juga melakukan eksekusi,” ujarnya.
Heri Budiawan adalah salah satu pengunjuk rasa terkait penolak tambang emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur milik PT Bumi Suksesindo (PT BSI) dan PT Damai Suksesindo (PT DSI), anak usaha PT Merdeka Copper Gold.
Dalam dokumen putusan Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, jaksa menjelaskan, sebelum memimpin aksi turun ke jalan, warga yang akan melakukan demonstrasi berkumpul di rumah Heri Budiawan dan membuat spanduk. Salah satu spanduk disebut bergambar palu arit, yang merupakan lambang Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam putusan kasasinya, MA memvonis Heri Budiawan empat tahun penjara atas tuduhan menyebarkan ajaran komunisme, Marxisme atau Leninisme. Putusan MA tersebut memperberat putusan PN Banyuwangi dan Pengadilan Tinggi Jawa Timur yang menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara terhadap Budi. Dalam putusannya, MA tidak mengabaikan masa hukuman yang telah dijalani Budi selama 10 bulan.
Majelis hakim PN, PT maupun MA menganggap semua unsur Pasal 107a UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara telah terpenuhi. Karenanya, terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal tersebut.
Sejak terbitnya putusan MA, setidaknya sudah dua kali Kejari Banyuwangi melayangkan panggilan eksekusi terhadap Heri Budiawan pada Desember 2018. Panggilan pertama, Heri Budiawan minta eksekusi ditunda. Panggilan kedua, Heri Budiman terang-terangan menolak dieksekusi. Saat itu, ia berdalih belum menerima salinan putusan MA. Selain itu, bersama kuasa hukumnya, Heri Budiman juga berencana mengajukan PK.
Menurit Leo, berlarut-larutnya eksekusi terhadap Heri Budiawan berpotensi memicu gesekan antar-kelompok masyarakat di lapangan.
Sudah berulang kali berlangsung demo di Kejari Banyuwangi. Ada sekelompok massa yang mendukung Heri Budiawan menolak eksekusi. Namun, ada pula kelompok lain yang mendukung kejaksaan untuk segera menjemput paksa Heri Budiman.
“Kejaksaan seharusnya tidak perlu ragu melaksanakan putusan pengadilan tertinggi yang sudah inkracht,” tegas Leo.
TAGS : Mahkamah Agung MA inkracht komunisme
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/58621/Pengamat-Bilang-Kejaksaan-Jangan-Ragu-Eksekusi-Putusan-Inkracht/