Aktivis anti-pemerintah Mesir bentrok dengan polisi anti huru hara di Kairo pada Januari 2011 (Foto: AP/ Ben Curtis)
Doha – Delapan tahun setelah Arab Spring (Pemberontakan Arab, Red), kawasan ini kembali diprediksi akan menghadapi pemberontakan yang didominasi oleh anak muda karean faktor keuangan, urbanisasi dan tingkat pengangguran yang meningkat.
Seperti diketahui, beberapa pemimpin Arab digulingkan menyusul pemberontakan populer 2010 dan 2011, sementara cengkeraman orang lain terhadap kekuasaan dilonggarkan.
Pada Forum Al Jazeera ke-12, yang diadakan akhir pekan ini di ibukota Qatar, Doha, sejumlah ahli mengatakan “tidak dapat dihindarkan” bahwa perubahan akan datang ke wilayah tersebut yang disponsori oleh pemuda terbanyak di dunia.
“Urbanisasi besar-besaran yang tidak terkendali, tekanan di pasar kerja adalah di antara faktor-faktor sosioekonomi lain penyebab utama di balik harapan yang lebih besar dari kaum muda di masyarakat Arab,” kata profesor ilmu sosial di Universitas Khartoum, di Sudan, Mohamed Mahjoub Haroon.
Haroon mengidentifikasi kekuatan pasar, stagnasi ekonomi dan urbanisasi yang tidak terkendali dan tidak terencana sebagai tiga faktor sosial ekonomi utama di balik Arab Spring yang melanda beberapa negara di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Ia berpendapat bahwa selama masalah-masalah ini tetap ada, maka akan ada celah-celah dan upaya untuk menggoyang perintah-perintah yang sudah mapan di masyarakat Arab.
Para pembicara juga mengidentifikasi “kemudaan” daerah itu, sekitar separuh dunia Arab diperkirakan 400 juta orang di bawah umur 25 tahun sebagai faktor kunci lain dalam perkembangan masa depan di dunia Arab.
“Ini, ditambah dengan keluhan terus-menerus atas kurangnya kebebasan dan supremasi hukum dalam masyarakat yang dikontrol ketat, akan mengarah ke fase lain revolusi di masyarakat Arab,” para pembicara lain meramalkan dikutip dari Al Jazeera, Minggu (29/4).
Pada Musim Semi Arab 2011, masyarakat Arab memberontak dengan hasil yang beragam terhadap rezim di Tunisia, Libya, Mesir, Suriah, Yaman dan Yordania.
Sementara Tunisia terhindar dari konflik, pemberontakan di Suriah, Libya dan Yaman berubah menjadi kekerasan dan berputar ke dalam perang saudara dengan intervensi regional dan internasional.
Di Mesir, setelah pemilihan umum pada tahun 2012, militer dapat memperoleh kembali pijakannya setahun kemudian, sementara monarki Yordania mampu menghindari jalan kekerasan dengan “membungkuk” kala badai Arab Spring hingga benar-benar aman.
TAGS : Arab Spring Timur Tengah Afrika Utara
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/33437/-Pengamat-Prediksi-akan-Ada-Arab-Spring-Jilid-ke-II/