DENPASAR, BALIPOST.com – Pandemi Covid-19 memukul ekonomi Bali ke tingkat paling parah. Pertumbuhan ekonomi menjadi yang terendah se-Indonesia. Diperkirakan, 2021 ekonomi kontraksi hingga 2,6 persen.
Namun, 2022, fajar sepertinya akan menyingsing dan optimis proyeksi pertumbuhan ekonomi Bali berkisar pada 5,4% sampai dengan 6,2% (yoy). Kuncinya adalah pengendalian pandemi Covid-19.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho mengatakan, faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Bali adalah, pemulihan kegiatan masyarakat seiring gencarnya vaksinasi, pemulihan pariwisata domestik, potensi dari penyelenggaraan eventevent internasional antara lain
KTT G20 2022, B20, kelanjutan proyek investasi dan infrastruktur Pemerintah.
Sementara faktor penahan antara lain adalah pemulihan kunjungan wisman yang masih sangat terbatas, tertahannya pendapatan pemerintah daerah,
perilaku wait and see pelaku usaha. Berdasarkan seluruh indikator tersebut maka pertumbuhan ekonomi Bali pada tahun 2021 diperkirakan berkisar
pada -2,6% sampai dengan -1,8% (yoy).
Sementara itu untuk 2022, beberapa indikator
diperkirakan semakin membaik sehingga pertumbuhan ekonomi akan berkisar pada 5,4% sampai dengan 6,2% (yoy).
Direktur Utama Bank BPD Bali, I Nyoman Sudharma,
mengatakan hal senada. Menurutnya, tahun 2022 menjadi awal terbitnya matahari ekonomi Bali karena event G20 dilaksanakan pada Oktober 2022 dengan main venue di Bali. “Pasti itu akan menjadi potensi
untuk peningkatan wisatawan termasuk MICE dan kita bisa tumbuh dari sekarang. Kalau kondisinya seperti triwulan III kemarin, maka berat,” ujarnya.
Ia berharap Covid-19 bisa dikendalikan dengan baik saat Nataru ini. Momen Natal dan Tahun Baru 2022 ini bisa menjadi gambaran terhadap kemampuan pengendalian varian Omicron. Ia berharap momen
Nataru dapat menjadi ajang untuk menunjukkan kesiapan Bali dalam menghadapi Covid-19 dan variannya ke depannya.
“Mudah-mudahan Omicron ini tidak seperti Delta kemarin. Momen ini bisa menentukan kesiapan
menyambut G20, yang menjadi penggerek
ekonomi,” ujarnya.
Jika hal itu bisa dilakukan maka UMKM dan pelaku usaha bisa bergerak dan menjadi peluang bisa recovery, ditambah dengan adanya sejumlah proyek di Bali yang diharapkan dapat mendorong untuk percepatan membantu pemulihan. Proyeksi Bappenas, transformasi ekonomi Bali 2024, Bali yang masih bergantung pada pariwisata dengan Ekonomi Kerthi Bali, paling tidak ada peta jalan yang mengarahkan ekonomi Bali.
Setahun lebih stagnan dunia usaha yang tumbuh bersama perbankan akan menemui kendala untuk bangkit. “Kalau mengandalkan full pada pariwisata, agak berat kembali karena perlu modal melakukan
pembenahan infrastruktur dan tenaga kerja,”
ujarnya.
Ia berharap setelah kebijakan restrukturisasi berakhir namun dunia usaha di Bali belum pulih, pemerintah atau regulator memberikan kebijakan spasial untuk Bali. Meskipun ia telah menyiapkan cadangan risiko untuk meng-cover jika terjadi risiko gagal bayar pascarestrukturisasi berakhir.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho mengatakan, dalam jangka pendek, pemulihan perekonomian Bali masih tergantung pada kedatangan wisatawan ke Bali dengan tantangan berupa kenaikan kasus COVID-19 global dan kebijakan pembatasan mobilitas, kebijakan restriksi beberapa negara pasar utama wisman Bali,
travel demand/Level of confidence to travel yang masih terbatas.
“Sementara itu jika kita bicara mengenai pemulihan ekonomi Bali dalam jangka panjang, berarti kita bicara tidak hanya sektor pariwisata saja melainkan juga sektor lainnya seperti pertanian, industri, pertambangan dan lain-lain. Jadi, tantangan jangka panjang adalah bagaimana mengurangi ketergantungan pada sektor pariwisata dengan melakukan diversifikasi ke sektor lainnya. Di sisi lain, tantangan di sektor pariwisata ke depan adalah
bagaimana mengembangkan pariwisata Bali
menjadi pariwisata berkualitas (quality tourism),” ungkapnya.
Dalam mengatasi tantangan jangka pendek yaitu terkait penurunan kondisi ekonomi dampak pandemi Covid-19, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah mencari pasar wisman potensial, antara lain dengan direct flight dari negara potensial namun aman dengan memperhatikan kasus konfirmasi, positivity rate, dan varian baru, kemudahan visa, dan
memperpendek karantina.
Kedua, sejalan dengan pelonggaran level PPKM, perlu diimplementasikan kembali program Work From Bali baik K/L, BUMN dan Swasta untuk di lakukan di Bali. Selain itu, juga perlu didorong event MICE (baik dari
domestik maupun internasional) dan Gerakan Bangga Berwisata di Indonesia.
Ketiga, mendorong digitalisasi dan on boarding UMKM dimana di Bali mayoritas pengusaha adalah UMKM. Implementasinya antara lain dilakukan dengan gerakan bangga buatan Indonesia (GBBI), mendorong pemanfatan pembayaran dengan menggunakan QRIS, mendorong UMKM melakukan
on boarding di marketplace serta mendorong
pemanfaatan program PEN (restrukturisasi
kredit, penjaminan kredit).
Terlalu Optimis
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Bali di angka 5,4% sampai dengan 6,2% pada tahun 2022 dinilai terlalu optimis. Pandemi yang tak sepenuhnya bisa terkendali akan menahan laju.
Apalagi pariwisata sebagai lokomotif ekonomi Bali membutuhkan waktu panjang untuk recovery. Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unud, Prof. Wayan Suartana mengatakan memang geliat ekonomi sudah mulai meningkat tetapi harus disadari bahwa daya beli masyarakat belum pulih.
Tabungan masyarakat nampaknya sudah menipis pada semester lalu dan saatnya berproduksi. Sementara dari sisi produksi, terkendala oleh permintaan yang menurun. “Perilaku pebisnis saya rasa masih wait and see pariwisata Bali akan pulih secara gradual dengan asumsi imunitas kelompok
di negara kita maupun pemasok wisatawan bisa tercapai. Karena itu saya justru memprediksi pertumbuhan ekonomi Bali akan berkisar antara 3-4%,” ungkapnya.
Guru Besar FEB Undiknas Prof. IB Raka Suardana
mengatakan proyeksi pertumbuhan di angka 5 persen
ke atas akan bisa tercapai jika situasi normal. Tapi
jika pandemi masih melanda negara kita, akan agak berat.
“Tapi pasti proyeksi itu sudah dengan asumsi-asumsi
yang agak ketat,” tandasnya.
Meski demikian, agar proyeksi tersebut tercapai atau setidaknya ekonomi Bali dapat tumbuh, maka salah satu syarat penting yang harus dilakukan adalah penyaluran kredit perbankan ke dunia usaha juga harus meningkat. Sementara seperti diketahui, pertumbuhan kredit hanya tumbuh berkisar 1%, ditambah dengan sikap kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit, akan menghambat
pertumbuhan kredit.
Selain itu, pembatasan mobilitas orang juga seyogyanya tidak ketat mengingat sudah meluasnya cakupan vaksinasi dan mulai kondusifnya kasus Covid di Bali. (Citta Maya/balipost)
Credit: Source link