Wartawan Reuters (foto: Aljazeera)
Jakarta – Kritik bermunculan dari sejumlah negara menyusul vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan Myanmar kepada dua wartawan Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, pada Senin (03/09).
Kedutaan Besar Amerika Serikat, setelah putusan ini diketok palu, mendesak Myanmar untuk segera melepaskan kedua jurnalis, menyatakan bahwa ini adalah “kemunduran besar” pagi Pemerintah Myanmar yang pernah berkata akan memperluas kemerdekaan berdemokrasi.
“Kecacatan dalam kasus ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang hukum dan pengadilan independen di Myanmar,” sebut kedutaan melalui pernyataan tertulis.
Prancis juga mencela putusan ini dan menekankan seruan mereka untuk melepaskan kedua wartawan, termasuk juga memberikan akses bebas untuk media di Rakhine.
“Prancis menekankan kembali komitmennya atas kemerdekaan pers dan kemerdekaan berekspresi, dan menghormati keduanya sebagai tonggak masyarakat demokratis,” kata Kementerian Luar Negeri Prancis melalui pernyataan.
Jerman juga mengkritik keras vonis pengadilan ini. Komisioner HAM Pemerintah Jerman Baerbel Kofler berkata putusan ini adalah “kegagalan besar” dalam kebebasan pers di Myanmar.
“Kedua jurnalis dianggap bersalah atas pengkhianatan berdasarkan aturan yang dibuat sejak era kolonial. Mereka tidak melakukan kesalahan, kecuali mengejar kebenaran akan apa yang terjadi di Rakhine,” ujar dia melalui pernyataan.
Putusan ini pun mengundang kritik dari kelompok HAM lokal dan internasional. Human Rights Watch yang berbasis di New York berkata kejadian ini menandai “rendahnya kebebasan pers dan kemunduran besar hak asasi” Myanmar di bawah pemerintahan yang dipimpin oleh Konselor Negara Aung San Suu Kyi, yang dituduh gagal mencegah kekejaman militer terhadap Muslim Rohingya.
“Putusan yang keterlauan terhadap jurnalis Reuters menunjukkan pengadilan Myanmar akan bersedia memberangus laporan-laporan buruk tentang kekejaman militar,” ujar Direktur HRW Asia Brad Adams.
Setelah ditangkap polisi, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo disekap tanpa komunikasi selama dua minggu, selama itu mereka kurang tidur dan dipaksa berlutut selama berjam-jam untuk interogasi, kata kedua wartawan dan pengacara mereka.
“Vonis ini tidak akan menyembunyikan kepedihan kaum Rohingya dari mata dunia,” kata Adams.
“Mereka malah menunjukkan betapa gentingnya kemerdekaan berbicara di negara ini dan pentingnya tindakan internasional untuk membebaskan kedua wartawan ini.”
Reporters Without Borders (RSF) juga mengutuk vonis ini dan meminta pelepasan kedua reporter, segera.
“Putusan terhadap Kyaw Soe Oo dan Wa Lone adalah kegagalan besar kebebasan pers di Myanmar,” ujar Sekjen RSF Christophe Deloire melalui pernyataan.
“Karena sistem peradilan dalam kasus ini merunut pada pemangku kekuasaan, kami meminta kepada pejabat-pejabat tertinggi negara ini, dimulai dengan pemimpin pemerintahan Aung San Suu Kyi, untuk membebaskan kedua jurnalis, yang satu-satunya kejahatan yang mereka lakukan adalah melakukan pekerjaan mereka. Setelah penuntutan yang menggelikan, vonis memalukan ini jelas mempertanyakan transisi Myanmar menuju demokrasi,” tambah dia.
Lembaga HAM dari London, Burma Human Rights Network (BHRN), juga mengutuk putusan kedua jurnalis Reuters, berkata bahwa ini menandakan “kegagalan lain dari Liga Nasional untuk Demokrasi milik pemerintah untuk melindungi HAM dan kebebasan pers di Burma.”
“…dan sangat kontras berbeda dengan impunitas yang dinikmati oleh militer atas kejahatan yang mereka lakukan dan dibuka oleh kedua reporter ini,” tulis pernyataan yang dirilis pada Senin oleh BHRN.
Pengadilan Myanmar pada Senin memvonis dua wartawan Reuters asal Myanmar hukuman tujuh tahun penjara karena melakukan investigasi pembunuhan Muslim Rohingya oleh petugas keamanan Myanmar.
Wa Lone, 32, dan Kyaw Soe Oo, 28, dituduh melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi, dengan hukuman maksimal 14 tahun penjara selama melakukan investigasi pembunuhan 10 pria Rohingya di negara bagian Rakhine.
Hakim Ye Lwin dari Pengadilan Distrik Utara Yangon mengatakan, masing-masing jurnalis dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara karena dinyatakan bersalah mendapatkan dan memiliki dokumen rahasia negara yang mungkin mereka serahkan ke kelompok-kelompok pemberontak yang berperang melawan pemerintah.
Wa Lone mengatakan keputusan itu tidak adil.
“Kami tidak melakukan kesalahan apa pun, dan kami tidak takut. Kami masih percaya pada demokrasi dan kebebasan berbicara,” kata Wa Lone.
“Kami akan berjuang untuk keadilan sampai akhir,” katanya.
Pengacara kedua jurnalis Than Zaw Aung mengatakan keputusan itu tidak adil. “Kami akan melakukan semuanya secara hukum.” (AA)
TAGS : Wartawan Reuters Myanmar
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/40316/Penjarakan-Dua-Wartawan-Reuters-Myanmar-Dibanjiri-Kritik/