WELLINGTON, BALIPOST.com – Selandia Baru kemungkinan memperpanjang penguncian (lockdown). Sebab, penyebaran COVID-19 di negara itu pada Jumat (20/8) meluas di luar kota terbesarnya–Auckland.
Dikutip dari Kantor Berita Antara, kasus infeksi baru ditemukan di Wellington dan jumlah kasus melonjak menjadi 31. Temuan kasus baru itu berarti Perdana Menteri Jacinda Ardern kemungkinan besar akan memperpanjang lockdown (penguncian) nasional Selandia Baru.
Ardern pada pekan ini mengumumkan lockdown untuk mencoba mengekang penyebaran COVID-19 varian Delta yang sangat menular. Otoritas kesehatan Selandia Baru mengatakan 11 kasus baru COVID-19 tercatat pada Jumat, dan tiga di antaranya berada di Wellington.
Ketiga orang yang terjangkit virus corona di Wellington baru-baru ini melakukan perjalanan ke Auckland dan telah mengunjungi lokasi yang diidentifikasi terkena wabah, kata kementerian kesehatan dalam sebuah pernyataan.
Warga Selandia Baru telah hidup bebas dari virus corona dan tanpa pembatasan selama hampir enam bulan. Ardern memerintahkan lockdown nasional selama 3 hari pada Selasa (17/8).
Perintah lockdown itu dikeluarkan setelah satu kasus COVID-19 ditemukan di Auckland, yang merupakan kasus pertama di negara itu sejak Februari 2021.
Ardern akan mengumumkan pada pukul 03.00 (waktu setempat) apakah lockdown Selandia Baru akan berakhir atau diperpanjang lebih lanjut.
Sebelumnya, Ardern telah mendapatkan pujian karena dianggap berhasil menahan penularan lokal COVID-19 melalui strategi eliminasi, memberlakukan penguncian yang ketat dan menutup perbatasan internasional Selandia Baru pada Maret 2020.
Namun, pemerintahan Ardern sekarang menghadapi pertanyaan tentang peluncuran vaksin yang tertunda serta peningkatan biaya di negara yang sangat bergantung pada tenaga kerja imigran itu.
Hanya sekitar 19 persen dari 5,1 juta penduduk Selandia Baru yang telah divaksin penuh sejauh ini.
Hal itu membuat Selandia Baru menjadi negara yang paling lambat vaksinasinya di antara negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). (kmb/balipost)
Credit: Source link