JawaPos.com – Perbankan di Jawa Barat dinilai mulai menaruh perhatian serius soal isu ketahanan pangan. Hal ini mencuat dalam pembahasan krisis pangan dan regenerasi petani dalam West Java Food & Agriculture Summit 2020.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmaja yang juga Pembina Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Daerah Jabar mengatakan, ajang WJAFS 2020 yang diinisiasi Pemprov Jawa Barat bersama Bank Indonesia luar biasa karena memberikan perhatian khusus pada persoalan ketahanan pangan.
”Ketahanan pangan yang menjadi sponsor Bank Indonesia. Ini sinyal sangat jelas, ketahanan pangan akan dapat atensi dari lembaga keuangan,” katanya di sesi diskusi panel WJAF Summit 2020 di Savoy Homann, Bandung, Kamis (10/12).
Dalam perhelatan yang didukung bank bjb itu, Sarwono menilai, isu ketahanan pangan saat ini akan berbeda coraknya dengan zaman dulu. Kalau zaman dulu, konsep yang didorong sangat sentralistis. ”Sekarang ada warna lokal kuat sekali dalam mengejar ketahanan pangan sehingga ini membuka partisipasi yang luas,” ujarnya.
Sarwono mengatakan, saat ini generasi baru turut berperan walaupun tidak berlatar petani. Pihaknya juga melihat pesantren yang melakukan kegiatan pertanian dan memiliki jaringan pertanian yang sangat luas dipimpin anak muda. ”Saya rasa kita berada dalam posisi memasuki era baru,” katanya.
”Saya ingin mengingatkan walaupun kita punya komitmen ketahanan pangan, memperlihatkan gejala ke pemulihan dari situasi krisis. Namun situasi krisis sumbernya harus kita kenali harus ditumpulkan sebekum kriris memuncak. Krisis ini sifatnya global, multi dimensional, dan multi tahun. Harus ada sesi berikutnya membahas masalah ini,” ujarnya lagi.
Sarwono memandang, acara WJAF Summit 2020 menciptakan optimisme dan komitmen yang kuat akan pentingnya ketahanan pangan di masa depan. Namun dia mengingatkan agar kewaspadaan atas hal ini tetap harus kuat, karena krisis yang dihasilkan Covid-19 belum dikenali sepenuhnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memastikan, akan menggenjot program petani milenial guna mendongkrak ekonomi pangan Jawa Barat di masa depan.
Menurutnya anak muda saat ini tidak senang kembali dan mencari penghidupan di desa. “Krisis petani, 75 persen petani itu usianya di atas 45 tahun. Anak-anak tidak bangga jadi petani, kebanyakan hijrah ke kota mencari bidang yang sebenarnya ada di depan mata,” kata Ridwan Kamil.
Pria yang akrab disapa Kang Emil itu mengakui, kesejahteraan petani masih jauh dari harapan. Menurutnya di lapangan yang ia temui, ada petani yang mengelola lahan dua hektar milik sendiri namun pendapatan per bulan hanya Rp 3 juta.
”Ternyata jual padi dan gabahnya Rp7 ribu ke tengkulak, dijual di kota Rp 12 ribu. Yang menikmati Rp 5 ribunya orang-orang di tengah-tengah yang tdiak berkeringat. Jadi sistem perdagangan harus diperbaiki,” tuturnya.
Karena itu pihaknya berencana akan me-launching program petani milenial awal 2021 mendatang. Sebelum program diluncurkan pihaknya memerintahkan Sekda Jabar bersama organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk mendata lahan-lahan nganggur yang ada di Jawa Barat.
Lahan tersebut bisa milik pemerintah, BUMN hingga swasta. Nantinya, lahan ini akan dipinjamkan negara untuk program petani milenial. Program ini juga nantinya akan memiliki rantai pasok yang terjaga dimana hasil pertanian akan disalurkan oleh pemerintah pada offtaker.
Program ini juga akan menggenjot para petani muda mengedepankan teknologi dalam mengelola produk pertanian. ”Saya ingin lihat drone terbang bawa pupuk cair disemprot,” ujarnya.
Ditarget mencetak 1.000 petani milenial, Emil memastikan, akan ada seleksi tersendiri bagi para peserta. Pihaknya belum menargetkan raihan statistik mengingat pada 2021 baru merupakan tahun edukasi agar anak muda mau menjadi petani milenial.
Editor : Mohamad Nur Asikin
Reporter : ARM
Credit: Source link