JawaPos.com – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menuturkan, kondisi perekonomian dalam negeri sudah semakin membaik seiring terkendalinya pandemi Covid-19. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi kasus harian Covid-19 yang terus menurun.
“Kita bersyukur kita bisa mengelola ini dengan sangat baik dengan segala kerja keras yang sudah kita lakukan bersama-sama masyarakat dan juga pemerintah,” ungkap dia, Minggu (15/5).
Dibandingkan kondisi perekonomian pada 2019, ia mengatakan, Indonesia adalah salah satu negara yang sudah keluar dan berada di atas kondisi pra-endemi. Sebagai contoh di kuartal pertama 2022 ini, capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah berada di atas rata-rata produk domestik bruto (PDB) di tahun 2019.
“Ini tentunya sangat menggembirakan. Artinya perekonomian kita terus pulih, terus semakin tinggi di atas level PDB 2019,” seru dia.
Lebih lanjut, disampaikan bahwa terdapat beberapa negara juga sudah menunjukkan arah pemulihan. Kondisi tersebut merupakan hal yang baik karena akan berdampak positif bagi Indonesia.
Namun, masih terdapat risiko yang mungkin harus dihadapi, misalnya kebijakan Zero Covid Policy dari Tiongkok dan geopolitik di Rusia. “Risiko mungkin yang harus kita hadapi adalah beberapa negara, seperti Tiongkok yang menerapkan Zero Covid Policy itu mengakibatkan kontraksi di aktivitas manufakturnya,” ujarnya.
“Sementara Rusia yang terkait dengan geopolitik itu masih dalam konteks kontraksi. Ini risiko yang masih harus kita hadapi dalam konteks perekonomian globalnya,” sambung Febrio.
Selain itu, inflasi juga menjadi hal yang harus diperhatikan dan diantisipasi dengan baik. Menurutnya, beberapa negara sudah melakukan kebijakan moneter yang cukup kuat, seperti Brazil, Rusia, Meksiko, dan Afrika Selatan dalam merespon inflasi dengan kenaikan suku bunga acuannya.
Sebaliknya, Amerika Serikat, walaupun inflasinya sudah di 8 persen ke atas, tingkat suku bunga kebijakannya belum disesuaikan dengan cepat. “Ini menjadi antisipatif bagi kita karena kita juga harus melihat bahwa kemungkinan kenaikan suku bunga ini akan semakin cepat dalam beberapa bulan ke depan, sehingga dampaknya bagi perekonomian global dan domestik harus diantisipasi dengan baik,” kata dia.
Sementara, saat ini kondisi inflasi di Indonesia masih relatif rendah bila dibandingkan dengan banyak negara, yaitu sebesar 3,5 persen di bulan April atau masih sejalan dengan outlook pemerintah. Meski begitu, pemerintah akan terus memitigasi dampak inflasi terhadap harga-harga komoditas, baik energi maupun bahan pangan, sehingga inflasi yang tertransmisi ke rumah tangga masih relatif bisa dikelola dengan baik.
“APBN sebagai shock absorber memastikan bahwa dampaknya terhadap daya beli masyarakat juga dapat dikelola dengan baik,” pungkas dia.
Credit: Source link