KPPPA mendorong seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat dan daerah untuk melaksanakan Pengarusutamaan Gender (Foto: KPPPA)
Jakarta, Jurnas.com – Perempuan dan anak saat ini masih menjadi kelompok masyarakat yang tertinggal di berbagai aspek pembangunan, padahal kesetaraan gender harus menjadi prinsip dalam pelaksanaan pencapaian SDG’s.
Masih adanya kesenjangan Akses, Partisipasi, Kontrol, dan Manfaat (APKM) khususnya yang dialami perempuan dan anak menjadi tantangan pemerintah untuk mempercepat program pemberdayaan perempuan untuk mengejar kemajuan laki-laki. Prinsipnya, no one left behind. Kesetaraan gender di berbagai sektor pembangunan harus diupayakan bersama.
Hal tersebut mengemuka dalam salah satu forum diskusi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2019 dengan tema “Mempercepat Terwujudnya Kesejahteraan Perempuan dan Anak Indonesia Melalui Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 4.0 di ICE BSD, Tangerang, Banten.
Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Agustina Erni mengatakan Indonesia memiliki kekuatan karena menduduki peringkat ke-4 penduduk terbanyak di dunia dengan jumlah populasi 265 juta jiwa, namun hal ini tidak berbanding lurus dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menduduki peringkat ke-116 di ASEAN.
Indonesia berada di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand. Komponen IPM di ASEAN dilihat berdasarkan angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, dan pendapatan.
Isu gender masuk dalam berbagai bidang pembangunan, diantaranya kesehatan, kekerasan terhadap perempuan, perkawinan anak, ekonomi, dan politik.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat dan daerah untuk melaksanakan Pengarusutamaan Gender (PUG).
“PUG menjadi suatu strategi untuk mencapai Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan sektor pembangunan,” ucap Agustina.
Selain pembangunan pemberdayaan perempuan, isu yang tidak kalah penting dan juga menjadi fokus perhatian pemerintah ialah pemenuhan hak anak. Hal tersebut tertuang dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Sepertiga dari jumlah seluruh penduduk Indonesia atau sekitar 87 juta jiwa merupakan anak. Hal tersebut menjadi alasan pemerintah harus bekerja keras menciptakan anak-anak yang siap untuk membangun masa depan berkualitas.
Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N Rosalin mengatakan Kemen PPPA telah berupaya mendorong pemenuhan hak anak dan perlindungan keluarga untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030, salah satunya dengan pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
“Upaya untuk mewujudkan KLA tertuang pada berbagai program yang telah dan sedang dilakukan. Sosialisasi, edukasi, dan pengembangan program serta persiapan fasilitas di tiap daerah juga terus dilaksanakan. Program tersebut, diantaranya PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga), Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA), Puskesmas Ramah Anak, Pengembangan Kampung Anak Sejahtera (KAS), Sekolah Ramah Anak (SRA), Pusat Kreativitas Anak (PKA), Forum Anak sebagai Pelapor dan Pelopor (2P),” ujar Lenny.
Lenny menambahkan sinergi antar seluruh elemen di kabupaten/kota dan provinsi sangat diperlukan guna percepatan Provila dan KLA menuju IDOLA 2030. Untuk mewujudkan hal tersebut tidak boleh ada satupun yang tertinggal dalam rangka pemenuhan hak anak dan perlindungan keluarga.
Hingga April 2019, sebanyak 435 kabupaten/kota telah berkomitmen mewujudkan KLA. Dari jumlah tersebut, 176 kabupaten/kota telah berhasil meraih penghargaan dari berbagai kategori.
TAGS : Permasalahan Perempuan Pemberdayaan Perempuan
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/51704/Permasalahan-Perempuan-dan-Anak-Harus-Ditangani-Bersama/