GIANYAR, BALIPOST.com – Kebijakan yang melarang pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan menggunakan jeriken membuat kalangan petani di sejumlah Kabupaten Gianyar, Bangli dan Klungkung mengeluhkan sulitnya mendapatkan solar untuk mesin traktor. Pembatasan pembelian di SPBU membuat petani tak bisa optimal menggerakan pertanian.
Seperti petani di Kabupaten Gianyar yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan solar. Komang Reni, petani dari Desa Pejeng Kaja, Tampaksiring, Senin (21/11) kemarin mengatakan, petani memang kesulitan mendapatkan BBM solar yang dibutuhkan untuk menjalankan mesin pertanian tetapi kini sudah dipermudah dengan surat rekomendasi dari Dinas Pertanian.
Reni mengatakan, pembatasan pembelian dengan menggunakan jeriken tersebut dilakukan sesuai dengan arahan dari pemerintah. “Pembatasan ini dilakukan hanya kepada pengecer,” katanya.
Dipaparkannya, dalam tahap awal petugas Pertamina hanya mewajibkan melampirkan surat rekomendasi dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau dinas terkait khususnya Dinas Pertanian. “Selanjutnya petani tinggal membeli langsung ke Pertamina,” ucapnya.
Senada dengan Reni, petani asal Payangan Dana Wirawan mengaku petani di Payangan kesulitan mendapatkan solar. Kadis Pertanian Kabupaten Gianyar, Anak Agung Putri Ari, menyampaikan Dinas Pertanian (distan) selalu menerjunkan PPL untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi petani. “Ini dalam upaya mendorong petani tetap berproduksi kontinu sesuai dengan masa tanam,” ucapnya.
Terkait kebutuhan akan bahan bakar solar, Distan sudah berkoordinasi dengan Pertamina di Wilayah Gianyar. Petani pemilik traktor bisa mendapatkan bahan solar sesuai kebutuhan dengan melampirkan surat rekomendasi dari Distan. “Dinas Pertanian sudah mengeluarkan rekomendasi syaratnya surat keterangan dari kepala desa/lurah,” tegasnya,
Keluhan petani sulit mendapatkan solar juga diungkapkan anggota DPRD Bangli, I Made Sudiasa. Ia mengaku mendapat banyak keluhan dari petani. Salah satunya soal solar untuk bahan bakar traktor.
Sudiasa mengatakan untuk bisa dapat solar di SPBU, petani saat ini harus mengantongi rekomendasi dari dinas terkait di kabupaten. Jumlah solar yang bisa dibeli petani di SPBU juga sangat terbatas. Petani hanya bisa membeli maksimal lima liter. Padahal kebutuhan petani terhadap solar untuk bahan bakar traktor lebih dari itu. “Karena dibatasi itu petani jadi tidak bisa maksimal bekerja,” kata Sudiasa.
Menurutnya kebijakan pemerintah soal pembelian solar tidak selaras dengan keinginan pemerintah memajukan pertanian. Mestinya ada langkah-langkah atau kebijakan khusus yang dibuat pemerintah terkait pembelian solar untuk kepentingan pertanian. “Sehingga petani tidak kalang kabut. Kalau petani dibatasi beli solar ya petani jadi bengong. Produksi jadi tidak bisa maksimal,” kata politisi Demokrat itu.
Dia juga berpendapat bahwa terkait rekomendasi pembelian solar cukup dikeluarkan desa. Tidak perlu dikeluarkan dinas terkait di kabupaten.
Petani asal Desa Gelgel, Klungkung, Nengah Suija, mengaku sejak adanya kenaikan harga BBM, pembelian BBM bersubsidi memang cukup ketat di setiap SPBU. Dia mengaku sempat harus balik ke rumah, karena tidak bisa lagi beli solar dengan jerigen tanpa surat keterangan untuk mesin diesel miliknya.
Berkat masukan dari sesama rekan petani, dia akhirnya pergi ke Dinas Pertanian Klungkung, meminta surat keterangan untuk membeli solar di SPBU.
Kepala Dinas Pertanian Klungkung, Ida Bagus Juanida, Senin (21/11) menjelaskan, untuk dapat surat keterangan membeli solar, petani cukup datang ke Dinas Pertanian Klungkung. Lalu membawa KTP atau Kartu Tani bagi yang telah memiliki. Dalam surat keterangan itu tidak diatur berapa petani dibatasi untuk membeli solar. Surat itu hanya untuk mengetahui bahwa yang bersangkutan petani. Untuk berapa beli solarnya, nantinya pihak SPBU yang mengetahui.
Surat keterangan itupun berlaku untuk sekali pembelian solar. Mengingat petani tidak setiap saat mengopersikan traktor. Jumlah petani yang mencari surat keterangan untuk dapat membeli solar sudah lebih dari 50 orang.
“Surat keterangan itu tidak bisa digunakan berkali-kali, hanya untuk sekali pembelian solar. Logikanya kan tidak setiap saat mereka butuh traktor. Paling cepat tiga bulan sekali, saat akan tanam padi,” jelas Juanida.
Tak hanya petani kalangan nelayan di Bali Utara mengalami kesulitan membeli BBM untuk operasional kapal dan perahu mereka. Kondisi itu tidak berlangsung lama, karena pemerintah daerah (pemda) memfasilitasi nelayan. Caranya dengan menerbitkan surat rekomendasi pembelian BBM dalam jumlah tertentu.
Ketua Kelompok (KN) Banyu Mandi, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak Nyoman Sandi, Senin (21/11) kemarin mengatakan, pada awal keputusan pemerintah menaikkan harga BBM jenis pertalite dan solar beberapa waktu yang lalu, anggotanya sempat kesulitan memenuhi kebutuhan BBM. Ini karena, operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) tak melayani pembelian BBM menggunakan jerikan dan dalam jumlah tertentu.
Tidak ingin masalah itu kian memuncak, pihaknya lantas berkoordinasi ke Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Buleleng. Dari koordinasi itu, DKPP menerbitkan rekomendasi untuk pembelian BBM untuk kepentingan nelayan.
Ketua KN Banyu Mandi, Nyoman Sandi menambahkan, kebutuhan BBM jenis pertalite untuk satu kali mengantar tamu menyeberang sebanyak 40 liter untuk 1 perahu. Kebutuhan itu bisa dipenuhi dengan baik, sehingga tidak sampai muncul gejolak seperti yang terjadi di daerah lain. “Cuma karena rekomendasi berlaku sebulan, kami harus rajin urus perpanjangannya. Meski begitu kami sangat terbantu karena pemerintah memfasilitasi kami dengan baik, sehingga anggota kami tetap dapat beroperasi,” tegasnya. (Tim BP)
Credit: Source link