JawaPos.com – Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arsal Ismail memastikan rencana perseroan untuk mengakuisisi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Pelabuhan Ratu milik PT PLN (Persero) tidak akan mengganggu kas perusahaan.
Menurut Arsal, soal rencana akuisisi ini, PTBA akan melakukannya dengan sangat hati-hati. Adapun progresnya saat ini, PTBA masih menindaklanjuti principal framework agreement, dan belum ada keputusan final soal nilai akuisisi.
“Kami sangat berhati-hati soal early retirement dan kemarin baru penandatanganan principal framework agreement, jadi ini baru bicara kerangka,” kata Arsal dalam konferensi pers secara daring, Kamis (27/10).
Ia menjelaskan, belum adanya nilai pasti dari proses akuisisi disebabkan hingga saat ini pihak PTBA dan PLN masih melakukan pendalaman dan pengujian dalam upaya pengalihan aset tersebut. Setelah itu, pihaknya juga akan melakukan analisa detail meliputi keekonomian, lingkungan hingga analisa kelayakan.
Ia berharap, proyek ini nantinya bisa memberi dampak optimal bagi kedua perusahaan termasuk tidak mengganggu posisi keuangan PTBA. Arsal juga menyatakan, program early retirement perlu dilirik karena di samping mendukung program pemerintah. Program tersebut juga erat kaitannya dengan supply chain batu bara.
“Nantinya, PLN juga tetap akan menjadi off taker dalam rantai pasok batu bara domestik oleh perseroan, sehingga ada kepastian penjualan batu bara PTBA ke PLN,” pungkasnya.
Sebelumnya, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) berencana mengakuisisi PLTU Pelabuhan Ratu, Jawa Barat, sebagai upaya mendukung program pensiun dini atau early retirement PT PLN (Persero). Komitmen tersebut dituangkan dalam penandatanganan Principal Framework Agreement dalam rangkaian agenda Stated-Owned Enterprises (SOE) International Conference di Bali, Selasa (18/10).
Direktur Utama PTBA Arsal Ismail, mengatakan keikutsertaan PTBA dalam rencana early retirement PLTU Pelabuhan Ratu ini didasari oleh beberapa pertimbangan strategis. Ia menyebut, PLTU Pelabuhan Ratu merupakan tulang punggung pasokan listrik di wilayah bagian selatan Pulau Jawa.
“Berdasarkan lokasi geografis, tata kelola PLTU Pelabuhan Ratu relatif lebih mudah diintegrasikan dengan sistem rantai pasok PTBA. Kebutuhan batu bara PLTU Pelabuhan Ratu sebanyak 4,5 juta ton per tahun atau 67,5 juta ton selama 15 tahun. Hal tersebut selaras dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) untuk pemanfaatan cadangan batu bara PTBA,” kata Arsal Ismail dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (20/10).
Ia menjelaskan, dengan teknologi dan sistem pendukung terbaik, PLTU Pelabuhan Ratu mampu memberi jaminan keandalan optimal. Kinerja PLTU efisien, sehingga berpotensi meningkatkan nilai tambah dari nilai keekonomian batu bara sebagai bahan baku.
Arsal juga menyebut, pengambilalihan PLTU akan menggunakan pendanaan murah dengan skema Energy Transition Mechanism (ETM) yang disusun oleh Kementerian Keuangan. Skema ini merupakan pembiayaan campuran (blended finance) yang melibatkan para investor.
Lebih lanjut, Arsal mengungkapkan penjajakan PTBA di program pensiun dini PLTU ini sebagai komitmen untuk mendukung kebijakan Pemerintah yang mendorong transisi menuju energi bersih. Hal ini juga sejalan dengan visi PTBA yang sangat peduli dengan isu perubahan iklim dan siap berkontribusi agar target Net Zero Emission pada 2060 dapat tercapai.
Dengan adanya program pengakhiran lebih awal, masa operasional PLTU Pelabuhan Ratu akan terpangkas dari 24 tahun menjadi 15 tahun. Penurunan masa operasional tersebut akan dibarengi oleh potensi pemangkasan emisi karbondioksida (CO2) ekuivalen sebesar 51 juta ton atau setara Rp 220 miliar.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : R. Nurul Fitriana Putri
Credit: Source link