JawaPos.com – Pemanfaatan ruang ekologis dengan polikultur dilakukan pembudaya di Desa Sebatuan untuk raup keuntungan. Hasil produksinya pun sangat menggiurkan, sedikitnya 495 ton dengan nilai produksi Rp 9 miliar per tahun mampu dihasilkan.
Polikultur sendiri merupakan budidaya antara ikan berbeda dalam satu lahan yang sama. Adapun komoditasnya yang dikembangkan adalah bandeng dan udang windu. Diakui pembudidaya, polikultur sangat menguntungkan karena bisa memanen dua komoditas sekaligus.
“Dengan polikultur, keuntungan budidaya pasti diperoleh secara double. Kecuali jika terjadi kendala yang disebabkan oleh alam seperti banjir dan kebocoran kolam,” terang Leo penyuluh perikanan Kabupaten Sambas.
Selain menguntungkan, dari segi teknis polikultur juga dipandang lebih mudah dan murah. Jika pada umumnya budidaya udang membutuhkan kincir untuk memasok oksigen, dengan sistem ini oksigen bisa dihasilkan secara alami. Yaitu dari gerakan ikan bandeng yang menciptakan riak air sebagai kincir alternatif.
Keuntungan lainnya, untuk pakan keduanya pun sama yaitu lumut yang tumbuh secara alami di dalam kolam. Selain itu, kedua hewan ini tidak akan saling memakan karena posisi tinggalnya berbeda. Di mana udang windu hidup di dasar tambak sedangkan bandeng pada permukaan air.
Adapun persiapan awal budidaya dengan sistem polikultur sama halnya dengan budidaya pada umumnya, yaitu dengan memastikan lahan dan kualitas air yang baik bagi habitat ikan. Hanya saja mengenai komposisi padat tebar untuk keduanya berbeda. Jumlah bandeng dan udang windu disebar dengan perbandingan 1 berbanding 2. Dengan jumlah udang disebar lebih banyak 50% dari bandeng.
Mengenai jumlah benih, bandeng disebar 15.000 hingga 40.000 dalam satu kolam seluas 4 ha. Adapun waktu tebarnya, benih bandeng dan udang ditebar dalam waktu yang berbeda.
“Yang disebar itu benih bandeng dulu. Kemudian setelah 2 mingguan, saat benih bandeng ukurannya agak besar baru udang windu disebar,” jelas Leo.
Dalam setahun usaha pembesaran bandeng dan udang bisa dilakukan sebanyak dua siklus. Masing-masing siklus memakan waktu pemeliharaan selama minimal empat bulan. Adapun untuk empat bulan sisanya digunakan pembudidaya untuk memperbaiki kolam serta menyiapkan siklus budidaya berikutnya. Setelah memasuki usia panen, udang dipanen secara parsial. Lalu sisanya dipanen bersamaan dengan bandeng secara panen total.
Untuk meningkatkan produksi perikanan seperti bandeng dan udang, Kementerian kelautan dan Perikanan (KKP) tak luput berkolaborasi dengan pemerintah daerah. Hal ini bertujuan untuk terus mendorong aktivitas budidaya di seluruh tanah air. Berbagai program pun terus digulirkan, diantaranya melalui program kampung budidaya dan dukungan modal melalui Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP).
Editor : Mohamad Nur Asikin
Reporter : ARM
Credit: Source link