JawaPos.com – Problem finansial maskapai nasional tidak hanya terjadi di Indonesia. Perusahaan penerbangan di Malaysia, Thailand, hingga Italia, misalnya, juga pernah menghadapi situasi yang mirip seperti yang dihadapi Garuda Indonesia saat ini.
Negara-negara tersebut menempuh penyelesaian yang berbeda untuk menyelamatkan maskapai nasionalnya. Mulai membentuk perusahaan baru hingga melakukan restrukturisasi. Dengan situasi dan kemampuan keuangan yang berbeda, Indonesia butuh effort ekstra untuk menyelamatkan maskapai pelat merah tersebut.
”Kondisinya (dengan negara lain, Red) beda. Jauh beda. Kemampuan keuangan kita juga beda, jadi tidak bisa disamakan,” ujar pengamat penerbangan Alvin Lie kemarin (2/11). Menurut dia, opsi bailout atau bantuan suntikan dana dari pemerintah untuk mengentaskan Garuda Indonesia dari utang tidak realistis dilakukan.
Sebagaimana diketahui, saat ini Garuda Indonesia menempuh langkah negosiasi ulang dengan para lessor. Keberhasilan upaya tersebut, lanjut Alvin, sangat bergantung pada dukungan dan komitmen pemerintah. ”Dalam hal ini kan pemerintah pemegang saham mayoritas Garuda. Sementara renegosiasi itu, baik lessor maupun kreditur, butuh kepastian. Mereka akan tanya, oke kalau direstrukturisasi, bagaimana Garuda akan membayarnya? Yang bisa memberikan jaminan itu pemerintah,” jelas Alvin.
Dia yakin pemerintah tidak hanya mengandalkan renegosiasi dalam kasus Garuda Indonesia. Pemerintah seharusnya juga aktif mencari investor baru untuk masuk dan mengambil alih sebagian saham Garuda Indonesia. ”Jadi, kemungkinan saham pemerintah dijual atau saham-saham Garuda di anak-anak perusahaan bisa dijual,” ujarnya.
Alvin mengungkapkan bahwa kondisi seperti itu bukan kali pertama dialami Garuda Indonesia. Pada 2003–2004, Garuda Indonesia mengalami kondisi serupa. ”Saya ingat, ketika saya masih di DPR, DPR menyetujui suntikan modal ke Garuda Rp 1 triliun. Untuk Merpati Rp 100 miliar. Tapi cuma (bertahan) sebentar kan. Sepuluh tahun goyang lagi,” urainya.
Credit: Source link