JawaPos.com – Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja akhirnya disepakati untuk dibawa ke paripurna. Namun, fraksi Demokrat menolak RUU Cipta Kerja disahkan karena tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan memaksa di tengah krisis pandemi Covid-19.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Ossy Dermawan menyatakan, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi. Khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran Covid-19, serta memulihkan ekonomi rakyat.
“RUU Ciptaker ini membahas secara luas beberapa perubahan UU sekaligus (omnibus law). Karena besarnya implikasi dari perubahan tersebut, maka perlu dicermati satu per satu, hati-hati, dan lebih mendalam, terutama terkait hal-hal fundamental, yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Apalagi masyarakat sedang sangat membutuhkan keberpihakan dari negara dan pemerintah dalam menghadapi situasi pandemi dewasa ini,” kata Ossy dalam keterangannya, Minggu (4/10).
“Tidak bijak jika kita memaksakan proses perumusan aturan perundang-undangan yang sedemikian kompleks ini secara terburu-buru,” sambungnya.
Menurut Ossy, Omnibus Law di satu sisi bisa mendorong investasi dan menggerakkan perekonomian nasional. Namun di sisi lain, hak dan kepentingan kaum pekerja tidak boleh diabaikan apalagi dipinggirkan.
“RUU ini justru berpotensi meminggirkan hak-hak dan kepentingan kaum pekerja di negeri kita. Sejumlah pemangkasan aturan perizinan, penanaman modal, ketenagakerjaan dan lain-lain, yang diatasnamakan sebagai bentuk reformasi birokrasi dan peningkatan efektivitas tata kelola pemerintahan, justru berpotensi menjadi hambatan bagi hadirnya pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan,” ucap Ossy.
Partai Demokrat, lanjut Ossy, memandang RUU Ciptaker telah mencerminkan bergesernya semangat Pancasila. Utamanya sila keadilan sosial (social justice) ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan terlalu neoliberalistik. Sehingga perlu bertanya, apakah RUU Ciptaker ini masih mengandung prinsip-prinsip keadilan sosial tersebut sesuai yang diamanahkan oleh para founding fathers?
“Selain cacat substansi, RUU Ciptaker ini juga cacat prosedur,” cetus Ossy.
Selain itu, proses pembahasan hal-hal krusial dalam RUU Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel. Menurut Ossy, pembahasan RUU Ciptaker ini tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society yang akan menjaga ekosistem ekonomi dan keseimbangan relasi Tripartit, antara pengusaha, pekerja dan pemerintah.
“RUU Ciptaker ini juga memberikan kemudahan dan kelonggaran yang berlebihan bagi perusahaan untuk mempekerjakan tenaga kerja asing,” sesalnya.
RUU Ciptaker ini juga akan berimplikasi terhadap nasib sektor UMKM, konsumen, dan hukum bisnis. Bagi UMKM dan sektor informal, substansi RUU Ciptaker tidak menjawab kebutuhan di lapangan.
Misalnya, ungkap Ossy, terkait lingkungan hidup dan sektor pertanahan, RUU Ciptaker melegalkan perampasan lahan sebanyak dan semudah mungkin untuk Proyek Prioritas Pemerintah dan Proyek Strategis Nasional, yang pelaksanaannya dapat diserahkan kepada swasta. “Masalah lingkungan hidup juga menjadi catatan tersendiri dimana dalam RUU Ciptaker memberikan kemudahan syarat pembukaan lahan untuk perusahaan di berbagai sektor,” tandasnya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Editor : Nurul Adriyana Salbiah
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link