SINGARAJA, BALIPOST.com – Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak merupakan desa yang berbatasan dengan Kabupaten Jembrana. Desa dengan luas sekitar 600 hektar ini juga berbatasan dengan kawasan hutan lindung yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
Sejak dihuni oleh warga sekitar tahun 1923 silam, lahan pertanian di desa ini potensial ditanami beragam komoditas palawija mulai dari jagung, kacang-kacang, hingga jeruk, mangga, dan kelapa tumbuh subur ditanam di hamparan tanah datar ini.
Sejalan dengan perkembangannya, tak hanya memiliki potensi untuk ditanami palawija, warga di desa ini sekarang banyak yang menjadi peternak penggemukan dan pembibitan sapi. Tak heran, di sela-sela tanah pertanian di desa ini ada kandang yang berisi beberapa ekor sapi indukan atau anak sapi (godel) yang siap jual. Bahkan, hasil peternakan dari Buleleng Barat ini begitu terkenal dan dipasok sampai ke luar Buleleng.
Setidaknya kondisi lahan pertanian yang potensial itu menjadi alasan mengapa warga Desa Sumberklampok sejak tahun 1991 silam berjuang memohon agar tanah pertanian dan pekarangan rumah yang mereka tempati itu dapat dimohon menjadi hak milik. Dari beberapa sumber penuturan para tokoh masyarakat, kesuburan tanah ini sudah menjadi incaran pada masa penjajah Belanda. Di mana pada masa itu, Belanda bersama beberapa kelompok penduduk pendatang luar Bali datang merabas dan menempati tanah tersebut. Bukti tanah ini mulai dihuni adalah adanya lokasi kuburan dan itu menandakan bahwa jauh sebelum tahun 1923 sudah ada penduduk bermukim di Desa Sumberklampok.
Warga Sumberklampok bersyukur memiliki Gubernur Bali Wayan Koster yang berjuang membela hak-hak rakyat. Buktinya setelah 30 tahun berjuang, warga akhirnya berhasil memohon tanah itu. Ini dibuktikan dengan penyerahan Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk tanah pekarangan dan fasilitas umum (fasum) oleh Gubernur Bali Wayan Koster Selasa (18/5) kemarin. Tercatat 720 dari 800 kepala keluarga (KK) telah menerima SHM ang diterbitkan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Bali.
Salah seorang warga I Wayan Pilih asal Banjar Dinas Sumber Batok mengaku sejak 1923 para pendahulunya telah mengolah lahan pertanian. Seperti tanah pertanian yang diurus oleh orangtuanya sendiri telah banyak menghasilkan untuk menghidupi keluarga.
Komoditas tanaman palawija yang menjadi andalan ditanam adalah jagung, kacang-kacang, dan cabai. Bahkan, tanaman dengan hasil tahunan seperti mangga, jeruk, dan kelapa tumbuh dengan subur dan menjadi sumber penghasilan untuk keluarganya. “Kalau orang pasti mengira tanah di sini gersang. Sejak dahulu sampai sekarang walau tanah kering, namun aneka tanaman palawija bisa ditanam dan memberi hasil untuk penghasilan keluarga. Bahkan, sekarang ada menanam tanaman keras lain seperti pohon kayu sengon,” katanya.
Terkait penerbitan SHM oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, Wayan Pilih mengaku setelah puluhan tahun berjuang, akhirnya di era kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster perjuangannya berbuah manis. Dengan diterimanya SHM ini dia pun berjanji tidak akan memindahtangankan lahan pekarangan atau pertanian yang telah diberikan oleh pemerintah.
Namun demikian, bagaimana lahan pertanian ini ke depan akan dikembangkan, sehingga menjadi sumber penghidupan warga. “Berapa kali berganti gubernur, baru di era Bapak Koster perjuangan kami membuahkan hasil. Kami berterimakasih diberikan SHM ini dan ke depan lahan pertanian bisa kita garap untuk menjadi sumber penghidupan keluarga,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)
Credit: Source link