JawaPos.com – Di tengah pelaksanaan Rakernas BPPT, Menristek Bambang Brodjonegoro menyinggung persoalan penggunaan produk inovasi dalam negeri. Dia mengatakan saat ini bukan masanya berbangga sebagai bangsa perakit.
Dia menjelaskan penggunaan produk inovasi dalam.meheri harus terus ditingkatkan. “Harus kita sikapi dengan dua pendekatan,” katanya dalam jumpa pers rangkaian Rakernas BPPT di Jakarta (8/3). Pendekatan pertama adalah menggunakan produk inovasi atau yang dibuat oleh bangsa Indonesia.
Lalu pendekatan kedua adalah meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebuah produk. Dia menjelaskan untuk bisa mengklaim sebuah produk adalah karya anak bangsa, TKDN-nya harus lebih dari 50 persen.
Untuk mewujudkan peningkatan TKDN itu, Bambang mengatakan pendekatan soal produk yang dibuat di dalam negeri harus diubah. “Selama ini kita terlalu cepat puas menganggap produk yang dirakit di Indonesia atau pabriknya di Indonesia itu sebagai produk Indonesia,” katanya.
Padahal bisa jadi Indonesia hanya ketempatan sebagai lokasi perakitannya saja. Sementara materialnya berasal dari luar negeri. Bahkan teknologinya juga seratus persen dari negara asal produsen produk tertentu. Bambang menegaskan kebiasaan cepat puas dengan produk rakitan di Indonesia itu harus direvisi.
Pada tahap awal revolusi industri dia tidak mempermasalahkan rasa bangga terhadap produk yang dirakit di Indonesia. Tetapi saat ini bagi Bambang sudah buka zamannya lagi puas sebagai negara perakit. Bangsa Indonesia harus bisa memproduksi atau menghasilkan inovasi. Kalaupun itu produk asing, unsur TKD-nya harus lebih dari 50 persen.
Ada dua cara meningkatkan TKDN atau kocak content. Yaitu dengan terlibat di manufakturnya atau di sisi riset dan pengembangannya. Bambang mengingatkan kepada para peneliti atau perekayasa Indonesia supaya tidak hanya mempelajari teknologi orang lain. Tetapi juga memberikan sentuhan atau inovasi sehingga nilainya meningkat.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri perlu inovasi yang baik. Iklim inovasi bisa tumbuh baik jika didukung sebuah ekosistem yang baik pula. Ekosistem inovasi meliputi peneliti, industri, dan pemerintah. “Kolaborasi ketiganya penting,” katanya.
Sehingga perlu dibangun kolaborasi antara ketiga unsur itu. Supaya inovasi atau hasil penelitian bisa dihilirisasi atau dikomersilkan. Selama ini masih sering terjadi fenomena hasil penelitian masuk lembah kematian dan tidak bisa masuk tahap komersialisasi. Hammam mengatakan pemerintah memiliki peran strategis untuk memadukan kolaborasi antara peneliti dengan dunia industri. “Dunia industri itu baik BUMN atau swasta,” jelasnya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Editor : Bintang Pradewo
Reporter : Hilmi Setiawan
Credit: Source link