DENPASAR, BALIPOST.com – Masalah yang membelit sejumlah Lembaga Perkreditan Desa (LPD) perlu segera disikapi. Langkah penyelamatan sangat diperlukan karena menyangkut eksistensi desa adat. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dan Majelis Desa Adat (MDA) diminta segera turun tangan.
Hal tersebut disampaikan tokoh masyarakat adat yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati (Unmas) Dr. I Ketut Sukawati Lanang P. Perbawa di Denpasar, Kamis (13/1). Lanang yang pernah berkecimpung di dunia perbankan dengan menjadi Komisaris BPD Bali ini mengungkapkan
ada banyak LPD yang dikelola kurang profesional. “Ini akibat dari besarnya otonomi desa adat, sehingga pengelolaan LPD pun lepas dari pembinaan lembaga yang berkompeten. Padahal, LPD adalah lembaga
bisnis ekonomi bidang kredit yang harus dikelola secara hati-hati dan profesional,” tegasnya.
Ada beberapa kasus di desa adat yang LPD-nya bermasalah, lanjut Lanang, kegiatan ngaben massal ditunda. “Ini karena dana yang digunakan untuk ngaben massal dan disimpan di LPD, lenyap dibawa
lari pengurus LPD-nya,” katanya.
Ada lagi kasus di mana krama adat tidak lagi mengeluarkan iuran (peson-peson) untuk kepentingan adat, karena dana yang mereka simpan di LPD lenyap.
Untuk itulah Lanang meminta agar Pemprov Bali dan
MDA segera turun tangan melakukan penyelamatan.
“Masalah LPD adalah masalah bersama krama Bali.
LPD tidak boleh dibiarkan mengalami persoalan karena menyangkut eksistensi Desa Adat. Pemprov Bali dan MDA mestinya segera turun tangan,”
tegasnya.
Langkah paling utama yang perlu dilakukan, lanjut Lanang adalah dengan memeriksa kesehatan semua LPD yang ada. Dari pemeriksaan ini akan dapat dibuatkan kategori tingkat kesehatan LPD. “Harus ada kategorisasi tingkat kesehatan LPD. Mana yang
sangat sehat, sehat, kurang sehat atau bahkan sangat
tidak sehat. Setelah itu baru diambil langkah penyelamatan,” terangnya.
Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali, I G.A.K. Kartika Jaya Seputra yang membawahi LPD mengaku prihatin atas kasus hukum yang menimpa di sejumlah LPD di Bali yang dilakukan oleh oknum pegawai LPD yang mengorupsi dana LPD.
“Sejak Dinas PMA didirikan tahun 2020 kami sudah memulai melaksanakan pembinaan-pembinaan kepada LPD bersama LP LPD, antara lain berupa bimtek dan diklat teknis penguatan kapasitas pengurus dan Ketua LPD. Termasuk mengundang
bandesa adat yang LPD-nya memerlukan perhatian dan pembinaan lebih lanjut,” ujar Kartika, Kamis (13/1).
Peran BKS dan LPLPD
Pengelolaan LPD yang tidak profesional sehingga merugikan krama Bali sebagai nasabah menurut Lanang tidak lepas dari masih minimnya peran dari BKS LPD dan Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LP LPD). Kedua lembaga ini seharusnya lebih banyak berperan meningkatkan profesionalitas SDM di LPD. “Sepertinya peran dari
BKS dan LP LPD belum maksimal terutama yang ada di kabupaten,” kata Lanang.
Bahkan menurutnya, kedua lembaga yang berfungsi seperti pengawas ini justru melindungi LPD-LPD yang tidak profesional atau bermasalah. “Ada kesan, BKS LPD dan LP LPD tidak mau terbuka tentang kondisi sesungguhnya LPD,” katanya.
Kartika sepakat dengan yang disampaikan Lanang. Menurutnya, LP LPD harus mengoptimalkan perannya
dalam pendampingan dan pemberdayaan LPD melalui pembinaan teknis, perbaikan manajemen LPD dan SDM, termasuk audit dan lain sebagainya sesuai Perda No. 3 Tahun 2017 tentang LPD dan Pergub No. 44 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksanaan Perda No. 3 Tahun 2017.
Disinggung terkait dana penyisihan LPD 5 persen,
Kartika Jaya Seputra mengatakan, pada prinsipnya
bisa digunakan untuk jaminan dana nasabah. Apalagi, di masa pandemi Covid-19 banyak nasabah LPD yang sulit cairkan deposito dan tabungannya. “Pada prinsipnya bisa (dana penyisihan LPD 5 persen untuk jaminan dana nasabah, red), untuk menambah likuiditas LPD, dan sudah ada mekanisme dan prosedur dari LP LPD,” tandasnya. (Winata/Winatha)
Credit: Source link