Suasana sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/1).
Jakarta, Jurnas.com – Seluruh proses pengadaan pesawat dari tahap perencanaan hingga pembelian di Garuda dilakukan oleh tim dan diputuskan direksi, secara kolegial atau diputuskan secara bersama. Emirsyah Satar tidak melakukan intervensi yang mengarahkan dalam pengadaan.
“Ada beberapa hal dalam sidang kali ini yang menjadi jelas. Pertama, faktanya tidak ada Pak Emir mengintervensi pengadaan pesawat dan perawatannya,” kata Rebecca F Elizabeth, Tim Pensihat Hukum Emirsyah Satar menangapi hasil sidang lanjutan sidang dugaan gratifikasi terhadap mantan Direktur Utama Garuda Indonesia tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/1).
Dalam sidang kedua tersebut, hadir dua orang saksi masing-masing M Arif Wibowo, mantan pelaksana harian Direktur Niaga Garuda dan sebagai Direktur Citilink dan Sunarko Kuntjoro, mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia.
“Dalam kaitan dengan pengadaan pesawat tipe Airbus 330 series, Emirsyah Satar didakwa meminta Soetikno Soedardjo dijadikan advisor Airbus. Padahal Emirsyah Satar tidak pernah melakukan hal tersebut,” kata Rebecca F. Elizabeth selaku Tim Penasihat Hukum Emir.
Seluruh proses pengadaan Airbus series 330 telah dilakukan sesuai prosedur dan mengikuti usulan tim pengadaan yang berasal dari berbagai unit dan mendapatkan harga yang baik, dimana Garuda mendapat diskon airframe 52% dan engine concession 72% atau total discount 70.700.000.00 untuk airframe, dan USD 26.600.000.00 untuk engine per pesawat.
Diberhentikan Pemegang Saham
Berkaitan dengan dakwaan Emirsyah Satar memutuskan penggunaan program perawatan mesin Total Care Program (TCP), menggantikan Time & Material Basis, hal tersebut dilakukan berdasarkan kajian tim, dimana Total Care Program terbukti lebih efisien dan dapat menjadi solusi untuk mengatasi potensi terjadinya kerugian akibat tidak terbangnya dua pesawat A 330 karena kerusakan mesin. Dengan Total Care Program, maka akan disediakan mesin pengganti, sehingga cash flow akan flat dan mudah diprediksi.
Sidang juga menggarisbawahi bahwa Sunarko Kuntjoro diberhentikan dari jabatan Direktur Tehnik oleh Kementerian BUMN sebagai pemegang saham Garuda melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanggal 31 Oktober 2007.
(Fakta) kedua, lanjut Rebecca, saksi Sunarko Kuntjoro juga jelas diberhentikan oleh RUPS, bukan oleh Pak Emir.
“Lantas dokumen fleet plan yang disebut-sebut confidential oleh Sunarko Kuntjoro dan M. Arif Wibowo ternyata bisa di download secara bebas di website Garuda, sehingga tidak rahasia,” ujar Rebecca.
Selama menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia dari tahun 2005 hingga 2014, Emirsyah Satar telah berperan instrumental karena berhasil menyelamatkan Garuda Indonesia sebagai airlines pembawa bendera negara -dari kebangkrutan.
Melalui program transformasi “quantum leap” yang dilaksanakan, Emirsyah Satar berhasil menjadikan Garuda sebagai airline bintang lima. Garuda juga berhasil masuk menjadi sepuluh airlines terbaik dunia, dan berhasil meraih predikat “the world`s best cabin crew” airline dengan cabin crew terbaik sedunia yang sebelumnya selalu didominasi oleh perusahaan penerbangan dunia lainnya.
TAGS : Gratifikasi Garuda Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/65371/Seluruh-Pengadaan-Pesawat-Garuda-Hasil-Keputusan-Bersama/