JawaPos.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali meluruskan terkait draf Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Draf regulasi tersebut termasuk di dalamnya terdapat rencana pengenaan PPN Sembako yang menjadi pembahasan belakangan ini.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan, pada Pasal 4A, memang bahan kebutuhan pokok atau sembako akan dikeluarkan dari barang-barang yang dikecualikan dari pengenaan pajak pertambahan nilai atau PPN. Namun, bukan berarti membuat pemerintah serta-merta akan mengenakan tarif pajak untuk sembako.
“Menjadi barang kena pajak tidak berarti dikenai pajak,” kata diskusi bersama Trijaya FM, Sabtu (12/6).
Prastowo menjelaskan, dalam aturan tersebut yang akan berpotensi dikenakan pajak untuk bahan-bahan dasar premium, seperti beras premium, telur premium, dan daging impor. Hal itu dilakukan guna memenuhi asas keadilan. Sebab, selama ini barang-barang impor yang biasa dikonsumsi oleh orang kaya seperti daging wagyu yang dijual di supermarket tidak dipungut pajak, sama dengan daging segar yang dijual di pasar.
Melalui skema penerapan PPN yang bersifat multitarif, kata dia, kebijakan tersebut memungkinkan barang-barang kebutuhan yang dikonsumsi kelompok atas dikenakan pajak lebih besar, misalnya 15-20 persen.
Namun, Prastowo menegaskan, aturan tersebut tidak akan diterapkan pada masa krisis pandemi Covid-19 yang saat ini masih terus berlangsung. “Nanti ketika ekonomi membaik, daya beli meningkat, lalu akan dikenai ruangnya sudah ada,” ucapnya.
Prastowo menepis anggapan bahwa usulan revisi klausul pajak sembako ini untuk menutup defisit APBN. Pihaknya memastikan saat ini anggaran pemerintah masih cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Editor : Edy Pramana
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link